A. KONSEP
PENDIDIKAN
Pendidikan
adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Juga merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk membantu
meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga
negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik
penilaian yang sesuai. Kita dapat mengatakan bahwa, dimana ada kehidupan
manusia, bagaimanapun juga disitu pasti ada pendidikan (Driyakarya, 1980: 32).
Pendidikan
dalam arti mikro (sempit) merupakan proses interaksi antara pendidik dan
peserta didik baik di keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Namun pendidikan
dalam arti sempit sering diartikan sekolah (pengajaran yang diselenggarakan
disekolah sebagai lembaga pendidikan formal, segala pengaruh yang diupayakan
sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan
tugas-tugas sosial mereka).
Sedangkan
pendidikan dalam arti makro (luas) adalah proses interaksi antara manusia
sebagai individu/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial,
masyarakat, sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-budaya. Pendidikan dalam
arti luas juga dapat diartikan hidup (segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup
yang mempengaruhi pertumbuhan individu, suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir).
1. Tujuan
Pendidikan
Segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau
menciptakan tenaga-tenaga terdidik bagi kepentingan bangsa, negara, dan tanah
air. Apabila negara, bangsa dan tanah air kita membutuhkan tenaga-tenaga
terdidik dalam berbagai macam bidang pembangunan, maka segenap proses pedidikan
termasuk pula sistem pendidikannya harus ditujukan atau diarahkan pada
kepentingan pembangunan masa sekarang dan masa-masa selanjutnya.
Pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga
yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena
pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang
meningkat dan dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan
oleh manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat
menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta
sosial budaya.
UNESCO telah memberikan suatu deskripsi tentang tujuan
pendidikan pada umumnya dan untuk Indonesia sendiri tujuan itu telah ditetapkan
dalam ketetapan MPR.
Pertama, UNESCO menggaris bawahi tujuan
pendidikan sebagai ”menuju Humanisme Ilmiah”. Pendidikan bertujuan menjadikan
orang semakin menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia. Keluhuran manusia
haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Maka humanisme ilmiah
menolak ide tentang manusia yang bersifat subjektif dan abstrak semata. Manusia
harus dipandang sebagai mahluk konkrit yang hidup dalam ruang dan waktu dan
harus diakui sebagai pribadi yang mempunyai martabat yang tidak boleh
diobjekkan. Dalam kerangka ini maka tujuan sistem pendidikan adalah latihan
dalam ilmu dan latihan dalam semangat ilmu.
Kedua, pendidikan harus mengarah
kepada kreativitas. Artinya, pendidikan harus membuat orang menjadi kreatif.
Pada dasarnya setiap individu memiliki potensi kreativitas dan potesi inilah
yang ingin dijadikan aktual oleh pendidikan. Semangat kreatif, non konformist
dan ingin tahu, menonjol dalam diri manusia muda. Mereka umumnya bersikap
kritis terhadap nilai-nilai yang ada dan jika mereka menemukan bahwa
nilai-nilai itu sudah ketinggalan jaman, maka mereka ingin merombaknya. Disini
pendidikan berfungsi ganda, menyuburkan kreativitas, atau sebaliknya mematikan
kreativitas.
Ketiga, tujuan pendidikan harus berorientasi
kepada keterlibatan sosial. Pendidikan harus mempersiapkan orang untuk hidup
berinteraksi dengan amsyarakat secara bertanggung jawab. Dia tidak hanya hidup
dan menyesuaikan diri dengan struktur-struktur sosial itu. Disini seorang
individu merealisir dimensi-dimensi sosialnya lewat proses belajar
berpartisipasi secara aktif lewat keterlibatan secara meyeluruh dalam
lingkungan sosialnya. Dalam kerangka sosialitas pada umumnya ini, suatu misi
pendidikan ialah menolong manusia muda melihat orang lain bukan sebagai
abstriaksi-abstraksi, melainkan sebagai mahluk konkrit dengan segala dimensi
kehidupannya.
Keempat, tekanan terakhir yang
digariskan UNESCO sebagai tujuan pendidikan adalah pembentukan manusia
sempurna. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan potensi-potensi individu
semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia
yang pandai, terampil, jujur, yang tahu kadar kemampuannya, dan batas-batasnya,
serta kerhormatan diri. Pembentukan manusia sempurna ini akan tercapai apabila
dalam diri seseorang terjadi proses perpaduan yang harmonis dan integral antara
dimensi-dimensi manusiawi seperti dimensi fisik, intelektual, emosional, dan
etis. Proses ini berlangsung seumur hidup. Jadi konkritnya pada pokoknya
pendidikan itu adalah humansisasi, karena itu mendidik berarti ”memanusiakan
manusia muda dengan cara memimpin pertumbuhannya sampai dapat berdikari,
bersikap sendiri, bertanggung jawab dan berbuat sendiri”.
2. Jalur
Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, informal, nonformal.
2.1.Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah kegiatan
yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dengan sekolah
dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk
didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program
spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus
menerus.
2.2.Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung
sepanjang usia sehingga asetiap orang memperoleh nilai, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh
lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan
dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan
media masa
2.3.Pendidikan
Non Formal
Pendidikan nonformal ialah
setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang
mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan
yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu
di dalam mencapai tujuan belajarnya.
B. HAKEKAT MANUSIA
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Salah satu ciri
kesempurnaan ini adalah manusia diberi akal, sehingga memungkinkannya untuk
berpikir dan bernalar.
Homo religius adalah pemahaman manusia sebagai makhluk yang beragama. Oleh sebab
itu, manusia yakin ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini, yaitu Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Karakteristik hakikat manusia antara lain terungkap
dari pengertian manusia sebagai homo sapiens, homo faber, homo homini socius,
dan manusia sebagai makhluk etis dan estetis.
Dalam zaman dan peradaban manusia yang semakin
maju, manusia secara langsung ataupun tak langsung memerlukan kerja sama dan
interaksi dengan orang lain.
Interaksi antarmanusia, bukan sebatas hubungan
secara fisik ragawi saja, tetapi juga hubungan psikis emosional.
Sebagai makhluk yang berperasaan, manusia juga
memerlukan tanggapan emosional dengan pihak lain. Manusia memerlukan
pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, rasa cinta dan dicinta ataupun
tanggapan emosional lainnya dengan pihak lain.
1. Hakekat manusia menurut beberapa ahli
1.1.Notonagoro
memandang
hakekat manusia adalah makhluk monopluralis: jiwa raga merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Aspek jiwa manusia mempunyai cita, rasa dan karsa
yang memungkinkan untuk membuat keputusan-keputusan apakah sesuatu itu benar
atau tidak benar, apakah baik atau tidak baik.
1.2.Ahli biologi
Hakekat manusia dilihat dan jasmaninya, dengan
teori evolusi Darwin berpendapat hakekat manusia termasuk jenis hewan yang
bertulang belakang dan menyusui, berevolusi dan jenis hewan yang paling rendah
ke paling tinggi. Sedang jiwa manusia itu sebagai sejumlah fungsi otak. Manusia
tidak dapat lepas dari alam sekitarnya.
1.3.Para ahli psikologi menyatakan hakekat manusia adalah jiwa sedang
jasmani merupakan bagian dan rokhani. Pendapat Psikoanalitik Tradisional yang
dipelopori Warner menyatakan bahwa, tingkah laku manusia digerakkan oleh
dorongan-dorongan dari dalam yang bersifat instingtif (insting biologis).
Tingkah laku manusia diarahkan untuk memuaskan kebutuhan biologis.
Jadi, hakekat manusia adalah Individu yang memiliki sifat
rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial, yang
mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya,makhluk yang dalam proses menjadi
berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya,
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati, suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas, makhluk Tuhan yang berarti ia
adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat, Individu yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa
berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan
sosial.
C. MANUSIA
BISA DIDIDIK
Menurut
Dwi Siswoyo Dirto Hadisusanto, dkk., (dalam bukunya pengantar Ilmu Pendidikan,
1995) urusan utama pendidikan adalah manusia. Pandangan pendidik tentang
manusia mempengaruhi strategi dan teknik pelaksanaan pendidikan. Manusia
sebagai pokok permasalahan dalam pendidikan.
Manusia
adalah “animal rationale” (makhluk yang berfikir). Manusia merupakan makhluk
yang berakal dan susila (C.A. van peursen, dalam Soejono Soemargono, 1988: 103
– 109), jadi manusia berbeda dengan binatang, karena binatang tidak berakal dan
tidak bersusila.
Namun,
manusia dengan hewan memiliki persamaan dalam struktur fisik dan perlakuan
secara fisik, manusia dengan hewan, khususnya hewan menyusui dan bertulang
belakang, memiliki perlengkapan tubuh yang secara prinsipil tidak ada
perbedaan. perilaku hewan seluruhnya didasarkan atas insting (insting lapar,
insting seks, insting mempertahankan diri, dan sebagainya) begitu pula pada
prinsipnya manusia memiliki perilaku yang didasarkan atas insting. Insting pada
hewan berlaku selama hidupnya, sedangkan pada manusia peranan insting akan
diganti oleh kemampuan akal budinya yang sama sekali tidak dimiliki oleh hewan
.
Manusia dan hewan dapat mengamati lingkungan karena dilengkapan oleh alat indera. Beberapa ekor binatang mungkin dapat kita latih untuk mengenal tanda-tanda (simbol-simbol) tertentu. Misalnya kita melihat sinpanse, denga bunyi peluit panjang harus melompat tingi, dengan peluit pendek satu kali harus jongkok, dan sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut terjadi karena dilatih secara terus nmenerus, mekanis dan dan secara otomatis saja. Kita sukar untuk berpendapat bahwa gerakan yang dilakukan simpanse tersebut merupaka hasil proses berfikir.
Dari pengalaman yang pernah dialami manusia, beberapa peristiwa perilaku hewan yang buas terhadap manusia. Seekor harimau yang biasa berdemontrasi dalam pertunjukan sirkus, begitu akrab dengan majikan atau pawangnya, pada suatu saat dengan tidak di duga harimau tersebut menerkam majikan atau pawangnya yang yang setiap saat bercanda membelainya dengan rasa kasih sayang. Dengan contoh tersebut hanya didasarkan atas insting dan nalurinya. Mereka tidak dapat membedakan mana perbuatan baik dan tidak baik, mana perbuatan bermoral dan perbuatan tidak bermoral. Oleh karena itu hanya manusialah yang secara sadar melakukan pendidikan untuk sesamanya. Pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Pembicaraan tentang pendidikan tidak bermakna apa-apa tanpa membicarakan manusia.
Pendidikan hanya akan menyentuh perilaku manusiawi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Manusia dan hewan dapat mengamati lingkungan karena dilengkapan oleh alat indera. Beberapa ekor binatang mungkin dapat kita latih untuk mengenal tanda-tanda (simbol-simbol) tertentu. Misalnya kita melihat sinpanse, denga bunyi peluit panjang harus melompat tingi, dengan peluit pendek satu kali harus jongkok, dan sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut terjadi karena dilatih secara terus nmenerus, mekanis dan dan secara otomatis saja. Kita sukar untuk berpendapat bahwa gerakan yang dilakukan simpanse tersebut merupaka hasil proses berfikir.
Dari pengalaman yang pernah dialami manusia, beberapa peristiwa perilaku hewan yang buas terhadap manusia. Seekor harimau yang biasa berdemontrasi dalam pertunjukan sirkus, begitu akrab dengan majikan atau pawangnya, pada suatu saat dengan tidak di duga harimau tersebut menerkam majikan atau pawangnya yang yang setiap saat bercanda membelainya dengan rasa kasih sayang. Dengan contoh tersebut hanya didasarkan atas insting dan nalurinya. Mereka tidak dapat membedakan mana perbuatan baik dan tidak baik, mana perbuatan bermoral dan perbuatan tidak bermoral. Oleh karena itu hanya manusialah yang secara sadar melakukan pendidikan untuk sesamanya. Pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Pembicaraan tentang pendidikan tidak bermakna apa-apa tanpa membicarakan manusia.
Pendidikan hanya akan menyentuh perilaku manusiawi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Manusia
memiliki fikiran untuk menguasai hawa nafsunya.
2. Manusia
memiliki kesadaran intelektual dan seni. Manusia dapat mengembangkan pemikiran
dan teknologi, sehingga menjadikan ia sebagai makhluk berbudaya.
3. Manusia
memiliki kesadaran diri, manusia dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada
dirinya, manusia dapat mengadakan instrospeksi.
4. Manusia
adalah makhluk sosial, tidak bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang lain.
5. Manusia
memiliki ragam nilai atau karakter.
6. Manusia
dapat menyadarai nilai-nilai (etika maupun estetika), manusia dapat berbuat
sesuai denga nilai-nilai tersebut, manusia memiliki kata hati atau hati nurani.
7. Manusia
dapat berkomunikasi dengan tuhan Yang maha Esa, sebagai pencipta alam semesta.
Manusia dapat menghayati kehidupan beragama, yang merupakan nilai yang paling
tinggi dalam kehidupan manusia.
kesimpulannya manusia dapat didik karena manusia dapat memiliki, memperbaiki dan mengembangkan hati nurani, perasaan, nilai nilai atau norma susila yang dapat membedakan dirinya dengan makhluk lain. Pendidikan akan di alami manusia seumur hidup, namun batas batas nyata kemungkinan pendidikan pada manusia dimulai sejak manusia tersebut memiliki kesiapan dalam berinteraksi edukatif hingga mencapai kedewasaan yang dilalui dengan proses kematangan.
D. JENIS-JENIS
PENDIDIKAN
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.
1.
Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
2.
Pendidikan
kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan
pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
3.
Pendidikan
akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan
pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan
tertentu.
4.
Pendidikan
profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang
profesional.
5.
Pendidikan
vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam
jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
6.
Pendidikan
keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
7.
Pendidikan
khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik
yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam
bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).
E. KELEMBAGAAN
PENDIDIKAN
Kelembagaan
pendidikan dapat dilihat dari jalur pendidikan. Dan dilihat dari pengelolaan
pendidikannya, seperti jenis program pendidikan, diantaranya pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sebagaimana dikehendaki UUSPN No.2 Tahun 1989. adalah tidak berbeda dengan yang
dikehendaki pasal 14 UU Sisdiknas No 20 Tahin 2003, yakni Jenjang pendidikan
formal yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi, yang menurut pasal 17 disebutkan bahwa Pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat.
Kemudian pada
pasal 18 disebutkan bahwa Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan. Dan Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA),
madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah
kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Jenjang
selanjutnya adalah Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi,
yang lembaganya
Perguruan tinggi
ini dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas, dan berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.Serta dapat juga menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Pendidikan anak usia dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan)
tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan
spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
F. MASALAH-MASALAH
PENDIDIKAN DAN SOLUSINYA
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh
dunia pendidikan, yaitu :
- Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
- Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang
kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan
bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan
itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang
pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga
Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem
atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih
terletak pada masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran
pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari
peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah
pemerataan mutu.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah
pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya
manusia. Dan sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang
terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Para
ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang
efisien. Masalah efisiensipendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga
kependidikan.
4. Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh
mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan solusinya adalah
1. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
DenganCara konvesional antara lain:
1) Membangun gedung
sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
2) Menggunakan gedung
sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Dengan Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan
dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak,
personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a) Seleksi yanglebih
rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta
dan PT.
b) Pengembanagn
kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c) Penyempurnaaan
kurikulum
d) Pengembanagan prasarana
yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e) Penyempurnaan sarana
belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f) Peniungkatan
adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g) Kegiatan pengendalian
mutu.
DAFTAR PUSTAKA
Dewantara, Ki Hajar 1977, Bagian
Pertama Pendidikan, Majelis Luhur Taman Siswa, Yogyakarta
Dwiyakarya, 1980, Tentang Pendidikan,
Yayasan Kanisius, Yogyakarta
Noeng Muhadjir, 1987, Ilmu
Pendidikan dan Perubahan Sosial, Rakesarasis, Yogyakarta
Notonagoro, 1962, Pancasila Filsafat
Negara Republik Indonesia I, II.
Retno Sriningsih Satmoko, Pengantar
Pendidikan, U.T. Jakarta
Sumitro, 1989, Pengantar Ilmu
Pendidikan, Purbo, Yogyakarta
Zahara Idris H. Lisma Jamah, 1992, Pengantar
Pendidikan, PT. Grasindo, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar