Chibi Captain America

Jumat, 13 Juni 2014

PENDIDIKAN BERBASIS NILAI KEMASYARAKATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan telah mengalami proses yang panjang. Pendidikan dalam pengertian secara umum, yakni proses transmisi pengetahuan dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke generasi lainnya, telah berlangsung setua umur manusia itu sendiri. Dan proses pendidikan seringnya terjadi dalam sebuah lembaga. Lembaga pendidikan telah mengalami perkembangan,dari bentuknya yang paling sederhana, asasi dan primitive yakni keluarga dan masyarakat sampai yang modern, sekolah.
Kemajuan pendidikan mencapai puncak kegemilangan dengan pecahnya revolusi ilmiah yang menandai kejayaan ilmu pengetahuan. Pengetahuan sebgai symbol tertinggi pencapaian akal manusia segera menyebar ke seluruh dunia. Puncak penaklukan akal manusia disebarkan dari individu ke individu lainnya melalui apa yang disebut pendidikan. Perwujudannya bisa dilihat dari proses transmisi pengetahuan melalui lembaga-lembaga non-formal, informal dan terutama formal.
Pada dasarnya pendidikan secara umum memiliki tugas suci dan mulia, yaitu memberdayakan umat manusia sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya secara penuh dalam kehidupan di dunia dan akhirat.pendidikan memegang tugas mentransformasikan individu-individu menjadi manusia sejati, yakni manusia sempurna yang mampu menggali kecerdasan-kecerdasannya untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah hidupnya. Banyak ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berpotensi untuk menjadi rasional, social dan spiritual.
Sejarah pendidikan Indonesia telah mengalami banyak dinamikanya sendiri seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia itu sendiri. Kadang bisa diukur kualitas kemampuan dan watak bangsa dengan melihat kecenderungan pendidikannya. Kualitas pendidikan yang relatif baik bisa menghasilkan output yang relatif baik pula. Demikian sebaliknya, pendidikan yang relative kurang baik akan menghasilkan output yang kurang memadai.

B.       Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah diatas kita bisa menarik rumusan masalah, sebagai berikut:
1.    Apa yang dimaksud dengan Pendidikan ?
2.    Mengapa dalam proses pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan  berbasis nilai kemasyarakatan ?
3.    Bagaimana proses pendidikan yang berbasis nilai kemasyarakatan ?


C.                Tujuan & Manfaat
a.      Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan.
2.      Untuk mengetahui sampai mana Penulis mengetahui tentang pendidikan.
3.      Untuk memberi inspirasi bagi para pemerhati pendidikan dan siapapun yang begelut di dunia pendidikan.

b.      Manfaat
Adapun manfaat yang kami inginkan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Menambah pengetahuan atau wawasan tentang pendidikan
2.    Mengetahui bagaimana pendidikan berbasis nilai kemasyarakatan.
3.    Member insipirasi bagi mahasiswa atau mahasiswi pendidikan.



BAB II
PENDIDIKAN

A.    Pengertian Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”

Pengertian pendidikan disini menegaskan bahwa dalam pendidikan hendaknya tercipta sebuah wadah dimana peserta didik bisa secara aktif mempertajam dan memunculkan ke permukaan potensi-potensinya. Dan pengertian secara lebih operasional dikemukakan oleh Philip H. Phenix ketika mendefinisikan pendidikan yang dalam hal ini pendidikan umum, sebagai suatu process of engendering essential meanings, proses pemunculan makna-makna yang esensial. Ada enam pola esensial yang dapat dimunculkan melalui kemungkinan cara-cara pemahaman manusia yang berbeda-beda, yaitu :
1.      Makna Simbolik ; terdapat pada bahasa keseharian, matematika dan berbagai bentuk simbolik. Misalnya : gerak tubuh, ritual, pola-pola yang berirama.
2.      Makna Empirik ; terdapat pada ilmu pengetahuan tentang dunia fisik, benda-benda hidup dan manusia.
3.      Makna Estetik ; terdapat dalam seni. Mislanya : seni music, visual, gerak dan sastra.
4.      Makna Sinoetik ; terdapat pada pemikiran-pemikiran meditative dan pengetahuan relational yang pribadi.
5.      Makna Etik ; dapat ditemukan dalam bidang moral.
6.      Makna Sinoptik ; terdapat dalam integrasi bidang-bidang sejarah, agama dan filsafat.

Pendidikan pendekatan holistic integrative yang dikembangkan oleh H.A.R Tilaar ketika mendefinisikan pendidikan sebagai suatu proses menumbuhkembangkan peserta didik yang memasyarakat, membudaya dalam tata kehidupan yang berdimensi local, nasional maupun global. Sehingga, definisi ini memiliki komponen-komponen sebagai berikut :
1.  Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan
2.  Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
3.  Eksistensi manusia yang memasyarakat
4.  Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya
5.  Proses bermasyarakat & membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.

B.     Tujuan Pendidikan
Sebagaimana termaktub dalam Bab II Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sstem Pendidikan Nasional bahwa “tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan pendidikan menurut Landasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya adalah manusia seutuhnya yaitu :
1.      Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Berbudi pekerti luhur
3.      Memiliki pengetahuan dan keterampilan
4.      Sehat jasmani dan rohani
5.      Berkepribadian mantap dan mandiri
6.      Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

BAB III
LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN

Dalam tradisi keilmuan pendidikan terdapat kesepakatan bahwa lembaga pendidikan di kategorikan mulai dari pendidikan formal, informal dan nonformal dipakai untuk membagi lembaga pendidikan dari segi administrasi penyelenggaraannya. Namun dalam makalah ini uraian terhadap proses pembelajaran manusia diasumsikan terjadi dalam lembaga-lembaga social tertentu dimana secara umum manusia mengalami tahapan proses pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
A.    Keluarga
Istilah keluarga dalam Sosiologi menjadi salah satu bagian ikon yang mendapat perhatian khusus. Keluarga dianggap penting sebagai bagian dari masyarakat secara umum. Individu terbentuk karena adanya keluarga dan dari keluarga pada akhirnya akan membentuk masyarakat. Sedemikian penting peran keluarag atau posisi keluarga dalam pembentukan masyarakat, maka perlu kiranya menjelaskan di bawah ini tentang fungsi keluarga, yakni :
1.      Fungsi pengaturan seksual ; keluarga adalah lembaga pokok, yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan keinginan seksual.
2.      Fungsi reproduksi ; salah satu akibat dari hubungan seksual adalah mendapatkan keturunan.
3.      Funsi sosialisasi ; sebagaimana diketahui secara factual bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, sehingga evolusi perkembangan biologis dan psikologisnya memerlukan proses sosialisasi dari orang-orang terdekatnya.
4.      Fungsi afeksi ; salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang ata rasa dicintai.
5.      Fungsi penentuan status ; dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang mewarisi suatu rangkaian status.
6.      Fungsi perlindungan ; dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
7.      Fungsi ekonomis ; sudah jelas bahwa keluarga merupakan unit ekonomi yang memberikan kebutuhan-kebutuhan ekonomi seluruh anggota keluarganya.

Sementara dalam sudut pandang pendidikan ada beberapa penegasan yang perlu dibuat terkait posisi keluarga yang menjadi lembaga pendidikan yang paling utama. Dengan demikian, keluarga diharapkan menyediakan lingkungan yang kondusif sekaligus sebagai sarana efektif untuk terjadinya proses pembelajaran. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian sebgaimana dinyatakan Subino Hadisubroto, yaitu bahwa keluarga hendaknya menjadi tempat tinggal yang membetahkan, menjadi tempat berbagi rasa dan pikiran, menjadi tempat mencurahkan suka dan duka, tidak menjadi tempat bergantung bagi anak-anak tetapi sebagai tempat berlatih mandiri, tidak menjadi tempat menutut hak, menjadikan tempat menumbuhkan kehidupan religious dan akhirnya menjadi tempat yang aman karena aturan main antara anggota ditegakkan.

B.     Sekolah
Dalam aspek pendidikan, ternyata keluarga tidak lagi memadai untuk menjadi satu-satunya lembaga yang menjalankan fungsi pendidikan. Efektivitas keluarga selaku lembaga pendidikan untuk sebagiannya diserahkan kepada sekolah. Sekolah kini telah menjasi alternative utama karena system administrasi modernnya sebagai sarana pembelajaran. Sekolah dianggap sebagai system yang secara khusus terkait dengan proses belajar mengajar atau proses pendidikan.
1.      Fungsi sekolah
a.       Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
b.      Sekolah memberikan keterampilan dasar
c.       Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib
d.      Sekolah menyediakan tenaga pembangunan
e.       Sekolah membantu memecahkan masalah-masalah social
f.       Sekolah mentransmisikan kebudayaan
g.      Sekolah membentuk manusia yang social
h.      Sekolah merupakan alat transformasi kebudayaan

C.    Masyarakat
Masyarakat bisa diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup di suatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan satu sama lain. Pola hubungan antar individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang diakui bersama dan diabadikan dalam norma dan aturan yang pada umumnya tidak diverbalkan. Dengan demikian, masing-masing individu diharuskan untuk menjungjung tinggi nilai-nilai tersebut sehingga tercipta sutau hubungan social yang relative stabil. Dalam konteks ini, masyarakat adalah wadah dimana individu mengalami proses pembelajaran secara langsung.

Disamping entitas masyarakat itu sendiri sebagai tempat pendidikan, masyarakat juga mewadahi apa yang disebut community school, sekolah masyarakat. Sekolah yang berpusat kepada masyarakat ini berorientasi pada masalah-masalah kehidupan dalam masyarakat seperti masalah pelestarian alam, pemanfaatan sumber-seumber alam dan manusia, kesehatan, kewarganegaraan, penggunaan waktu senggang, komunikasi, transportasi, dan sebagainya. Tokoh-tokoh dari setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari dunia perusahaan pemerintahan, agama, politik dan sebagainya diminta bekerjasama dengan sekolah dalam proyrk perbaikan masyarakat.


BAB IV
HAKIKAT MANUSIA

A.    Hakikat Manusia dalam Persepektif Pendidikan
Pada bagian ini akan diungkapkan tentang aliran-aliran yang menjelaskan tentang hakikat manusia dalam kaitannya dengan pendidikan.
-          Empirisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan potensi dasar anak tergantung pada lingkungannya, sedangkan pembawaan tidak dianggap penting. Implikasinya, lingkungan dalam hal ini berbentuk keluarga, sekolah atau masyarakat akan menentukan pola-pola mengenai cara pandang tertentu yang di transfer melalai pendidikan.
-          Nativisme
Schopenhaeur (1788-1860) menytakan bahwa bayi lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Implikasinya, factor eksternal diri manusia yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah atau masyarakat tidak akan memiliki peran menentukan dalam membentuk karakter manusia.
-          Naturalisme
Teori ini dikembangkan oleh JJ. Rosseau (1712-1778) yang menyatakan bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pada dasarnya, aliran ini sejalan dengan empirisme dalam hal bahwa pendidikan memiliki peran penting pada diri manusia. Perbedaannya terletak pada bahwa manusia berpotensi baik dan ketika ktualisasinya buruk karena disebabkan oleh factor pengaruh lingkungan (pendidikan).
-          Konvergensi
Teori ini dikembangkan oleh William Stern (1871-1939) yang menyatakan bahwa anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk dalam proses perkembangannya factor pembawaan dan factor lingkungan sama-sama mempunyai peran sangat penting. Apabila pendidikan yang baik telah diperoleh seseorang dna efektif, maka ini berarti factor internal dan eksternal saling memperkuat satu sama lain.

B.     Hakikat Manusia dalam Persepektif Psikologi
Pada bagian ini akan diungkapkan tentang aliran-aliran disiplin psikologi yang menjelaskan tentang hakikat manusia.
-          Psikoanalisa
Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa manusia terdiri dari tiga sistem yaitu Id (dorongan-dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan Superego (kesadaran normatif).
-          Behavierisme
Aliran ini beranggapan bahwa manusia tidak memliki pembawaan (bakat alamiah) apapun. Manusia akan berkembang sesuai dengan stimulasi yang diterimanya dari lingkungan. Lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik dan juga sebaliknya.
-          Humanistik
Menurut aliran ini manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi baik. Seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesisi, imajinasi, kreativitas, tanggung jawab, makna hidup, humor, sikap etis dan estetika.
-          Transpersonal
Merupakan pengembangan diri aliran humanistik. Psikologi transpersonal menitikberatkan pada dua unsure penting manusia yakni, potensi luhur (the highest potencial) dan fenomena kesadaran (states of consciousness) manusia.


C.    Hakikat Manusia dalam Persepektif Sosiologi
Manusia yang memiliki dimensi biologis dan psikologis mengalami evolusi perkembangan. Secara biologis manusia dilahirkan dengan penuh keterbatasan dan secara psikologis kondisi manusia ketika masih bayi benar-benar dalam keadaan belum terbentuk bahkan untuk mengenali dirinya sendiri pun belum bisa dilakukannya harus memlaui pembelajaran dari orang lain. Diperlukan proses baik memlaui pembelajaran ataupun melakukan trial and error, misalnya untuk mengenal bahwa api itu panas. Dari sini dapat disimpulkan bhwa manusia tidak bisa hidup sendirian, tapi memerlukan orang lain sehingga dikatakan bahwa manusia sebagai makhluk social.



BAB V
PENGETAHUAN

A.    Epistemologi ( Hakikat dan Sumber Pengethuan )
Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata ( dari fakta atau hakikat). Pengetahuan menurut idealisme adalah proses-proses mental atau psikologis yang bersifat subjektif.

Setelah dibahas tentang hakikat pengetahuan, maka dibawah ini merupakan tentang sumber pengetahuan yang meliputi :
1.      Empirisme
Empirisme adalah aliran yang mengatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman inderawi.

2.      Rasionalisme
Rasionalisme adalah aliran yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan yaitu akal.

3.      Intuisi
Intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi.

4.      Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia melalui utusan.

B.     Cara Kerja Otak
Diantara sedikit hak yang diketahui sejauh ini berkaitan dengan keunikan dan kecanggihan otak adalah apa yang disimpulkan oleh Howard Gardner seperti dikutip Gordon Dryden dan Jeannette Vos – ketika mengkategorikan tujuh model kecerdasan yang dimiliki manusia yang meliputi :
1.      Kecerdasan linguistik: keampuan dalam hal membaca, menulis dan berkomunikasi dengan kata-kata.
2.      Kecerdasan logika: kemampuan untuk manalar dan menghitung.
3.      Kecerdasan musical: kemampuan yang dimiliki oleh composer, konduktor dan musisi terkenal.
4.      Kecerdasan spasial dan visual: kemampuan yang banyak digunakan oleh arsitek, pematung, pelukis, navigator dan pilot.
5.      Kecerdasan kinesetik atau kecerdasan fisik : kemampuan yang banyak berkembang pada atlet, penari, dan mungkin para ahli bedah.
6.      Kecerdasan interpersonal: kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, jenis kemampuan yang lazim dimiliki peadagang, motivator dan negosiator.
7.      Kecerdasan intrapersonal atau introspektif: kemampuan untuk memiliki wawasan, mengetahui jati diri, jenis kemampuan yang melahirkan intuisi yang luar biasa.

Namun secara umum terdapat juga tipologi yang membedakan otak menjadi dua bagian, yaitu otak kiri yang memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika dan urutan yang disebut pembelajaran akademis. Otak kanan berhubungan dengan irama, rima, music, gambar, dan imajinasi yang disebut aktivitas kreatif. Ironisnya dalam dunia pendidikan, tes kecerdasan biasanya hanya memfokuskan pada kecerdasan logika.



BAB VI
NILAI

A.    Nilai sebagai Perwujudan Diri
Demikian luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep lainnya ataupun dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah, jika estetika menjadi indah-jelek, jika etika menjadi baik-buruk. Oleh karena itu, kita dapat mengambil sudut pandang ideology pendidikan untuk member arah pembahasan yang relative mudah diaplikasikan yakni ketika nilai sebagai sejenis perilaku tertentu yang terkait dengan konsepsi tertentu tentang tahu dan yang diketahui. Dalam hal ini , pengetahuan dalam perkembangan selajutnya menjelma menjadi keyakinan yang kemudian direfleksikan menjadi sikap dan perilaku. Sehingga nilai dianggap sebgai perwujudan diri. Perwujudan diri disini adalah perwujudan potensi-potensi diri menjadi nyata.

Potensi-potensi yang dimaksud adalah kemampuan- kemampuan positif misalnya kemampuan untuk menjadi rasional, bermoral, mencari penyerahan atau penerangan akal budi. Sedangkan potensi yang berlawanan atau bertentangan dipandang sebagai ketiadaan perwujudan potensi tertentu atau perwujudan yang keliru atau menyimpang.

B.     Cara Memperoleh Nilai
Pertama, pencarian kebenaran dan keutamaan melalui filsafat, yakni melalui cara berpikir kontemplatif (paradigm logis-abstrak). Melalui filsafat seseorang bisa menemukan makna dari sesuatu yang abstrak atau makna yang ada “dibelakang” objek yang konkret.
Kedua, nilai diperoleh melalui paradigm berpikir logis-empiris. Paradigm ini merupakan paradigm ilmu pengetahuan yang selalu memerlukan bukti-bukti nyata dalam menguji kebenaran dan keutamaan sesuatu.
Ketiga, perolehan nilai melalui hati dan fungsi rasa, cara ini tidak lagi menyertakan pertimbangan logis (filsafat) atau logis-empiris (ilmu pengetahuan).

C.    Internalisasi Nilai Moralitas Masyarakat dan Agama
Terdapat tiga teori-teori dasar dalam memahami masalah perkembangan moral sebagaimana dinyatakan Aronfreed dan Kohelberg- seperti yang dikutip Asih Menanti, yakni :
1.      Teori psikoanalisa
Menurut teori ini seseorang dikatakan bermoral apabila tindakan-tindakannya sesuai dengan nilai-nilai, aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral berarti individu makin mampu menginternalisasikan nilai-nilai ke dalam dirinya.
2.      Teori behavioristik
Teori ini hamper sama dengan teori psikoanalisa bahwa perkembangan moral diperoleh melalui internalisasi nilai-nilai moral.  Perbedaanya di dalam cara pembentukan moral, yaitu teori psikoanalisa menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai melalui ajaran langsung tingkah laku bermoral, sedangkan teori behavioristik menekankan proses belajar moral melalui hubungan stimulus-respon yakni dengan memberikan ganjaran bagi pembentukan tingkah laku dan memberikan hukuman untuk menghilangkannya.
3.      Teori kognitif
Teori ini mengasumsikan adanya tahap-tahap yang berurutan (sequence) dalam perkembangan moral. Konsep tahap berarti adanya struktur-struktur yang secara terus-menerus mengadakan reorganisasi- reorganisasi dalam proses individu mencapai tahap penalaran moral yang lebih tinggi.



Di samping teori perkembangan moral, perlu juga disini diuraikan tahapan perkembangan religious yang dikembangkan Moran seperti yang dikutp M.I. Soelaeman sebagaimana dijelaskan berikut ini :
1.      Anak-anak
Dunia religious anak masih sangat sederhana sehingga disebut juga dengan the simply religious. Pada saat itu anak memang belum dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri. Dalam banyak hal anak harus mempercayakan dirinya kepada pendidiknya. Oleh karenanya pendidikan agama kepada anak seringnya dengan menggunakan metode cerita.

2.      Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa. Di samping perubahan biologis anak mengalami perubahan kehidupan psikologis dan kehidupan sosio-budayanya dan yang lebih penting lagi dunia nilainya, dunia penuh penemuan dan pengalaman yang bahkan ditingkatkannya menjadi eksperimentasi. Dengan demikian, metode yang disarankannya adalah dialog.

3.      Dewasa
Pada saat ini seseorang mencapai tahapan kedewasaan beragama, yakni mampu merealisasikan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari atas dasar kerelaan dan kesungguhan dan bukan hanya sekedar pulasan di luar.


BAB VII
INTERGRASI MATERI DAN METODOLOGI

A.    Reafirmasi Materi Pengajaran Agama
Salah satu sudut pandang menilai pendidikan di Indonesia adalah sudut pandang filosofis yakni tentang epistemology pengetahuan. Hal seperti ini tertulis dari ungkapan  Amin Abdullah ketika mengatakan bahwa pemikiran Muslim terlalu rigid, puritan, dan dikotomis dalam memecahkan persoalan. Konsekwensinya Muslim cenderung kurang berpikir secara sintesis, elastic dan pragmatis.
Untuk itu materi pelajaran agama perlu ditinjau ulang mengingat epistemology yang rigid dan dikotomis telah menyebabkan relative tidak membuminya konsep-konsep agama. Dalam hal ini agama hanya melulu berhubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sehingga agama tidak terkait dengan kehidupan pragmatis. Dan walaupun materi pendidikan agama dicoba untuk lebih membumi namun banyak kasus ketika hanya dioperasionalkandalam konteks kehidupan sesame umat beragama. Bahasan tentang umat dari agama lain kurang mendapat apresiasi dan kalupun ada hanya bersifat ideal. Untuk itu makalah ini akan memberikan uraian dengan bertolak pada dua asumsi dasar tentang pendidikan agama, yakni orientasi pada keselamatan individu dan orientasi pada keselamatan individu dan kelompoknya.
1.      Orientasi pada keselamatan individu
Orientasi materi pendidikan agama diarahkan pada keselamatan individu. Hal ini pernah dinyatakan oleh Amin Abdullah ketika mengatakan  bahwa salah satu ciri pendidikan dan pengajaran di era klasik-skolastik adalah sifatnya yang terlalu menekankan keselamatan yang didasarkan pada kebaikan hubungan antara diri seorang individu dengan Tuhannya, kurang begitu memebri tekanan yang baik antara diri individu dengan individu-individu sesamanya.

2.      Orientasi pada keselamatan individu dan kelompoknya
Orientasi materi pendidikan agama diarahkan pada keselamatan individu dan kelompoknya. Orientasi ini sebenarnya merupakan perkembangan dari orientasi keselamatan individu. Hal ini dikarenakan kesamaan keyakina sampai titik tertentu akan menimbulkan persamaan identitas  yang akan membentuk komunitas. Kecenderungan ini akan membentuk sebuah komunitas yang relatif homogeny dan membentuk sebuah cara pandang yang relative monolitik. Implikasinya dalam konteks hubungan dengan manusia secara lebih luas yang melampaui penganut-penganut agama lain atau dalam konteks pluralism dia akan cenderung bersifat eksklusif. Pemahaman terhadap agama seperti ini menganggap bahwa orang lain tidak memliki nilai signifikan yang menambaha pengabdian kepada Tuhan.

B.     Rekonstruksi Metodologi Pengajaran Agama
Penjelasan pada bagian ini akan mengacu kepada apa yang dinyatakan R.M. Thomas bahwa pendidikan agama memliki tujuan kognitif dan afektif. Kognitif disini mengacu kepada pemahaman intelektual terhadap aspek-aspek pendidikan agama yang bisa dikomunikasikan kepada orang lain dalam bentuk kata, diingat melalui ingatan untuk kemudian dimunculkan kembali, dianalisis dan digunakan sebagai petunjuk mengambil keputusan dalam hidup. Sememntara afektif merupakan komponen- komponen emosional pendidikan agama, perasaan yang tidak bisa disampaikan melalui kata-kata.
Proses penyampaian pendidikan agama yang baik aspek kognitif maupun afektif perlu mendapat perhatian yang serius.
1.      Pendidikan agama yang bersifat kognitif
Norma-norma agama yang dijelaskan secara kognitif meniscayakan penyesuaian dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Ini berarti bahwapendidikan agama yang diajarkan harus disesuaikan dengan kecerdasan linguistic dan logika peserta didik.
Dengan demikian, pada intinya norma-norma agama diperkenalkan dalam pengetian kognitif sesuai dengan pengalaman social peserta didik dan norma-norma agama tidak harus selalu menggunakan bahasa kitab suci akan tetapi dengan bahasa yang dioperasionalkan sesuai dengan bahasa masyarakat.
2.      Pendidikan agama yang bersifat afektif
Aspek afektif dari pendidikan agama bertolak dari asumsi bahwa secara umum nilai-nilai agung agama dalam kaitannya dengan manusia dengan Tuhannya dan sesame makhluk bukan hanya menjadi sekumpulan norma-norma teologi dan hokum retoris yang bisa ditransfer dari pikiran ke pikiran lain, sebab dalil-dalil keagamaan ini pada dasarnya relative mudah dipahami dan dimengerti oleh orang lain denga kemampuan-kemampuan dasar secra umum karena menggunakan penalaran logika dan kaidah-kaidah bahasa yang logis. Aspek afektif dalam pendidikan agama merupakan komponen-komponen emosional pendidikan agama, perasaan yang tidak bisa diungkapankan melalui kata-kata.

C.    Produk Pendidikan
Manusia yang diinginkan oleh pendidkan adalah manusia model yang mampu mengaktualisasikan potensi-potensinya yang terkait dengan kecerdasan-kecerdasannya sehingga menjadi kemampuan-kemampuan actual untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnnya sebgai manusia yang memiliki akal.
Dalam istilah pendidikan secara umum aspek kognitif, afektif dan psikomotor akan diaktualisasikan dalam cara berpikir, bersikap dan berperilaku. Dalam konteks pendidikan agama disini aspek kognitif yang berupa norma-norma atau aturan-aturan agama mampu ditransformasikan melalui otak menjadi cara berpikir.
Pendidikan akan memproduksi manusia yang rasional, social dan spiritual. Integrasi yang sempurna dari wujud manusia ini menjadi tujuan akhir dari pendidikan yang ideal.


BAB VIII
ISU GLOBAL PENDIDIKAN

Idealnya pendidikan bisa dinikmati oleh semua anggota masyarakat sebagai wujud hak hidupnya. Menjadi manusia terdidik pada dasarnya adalah tujuan untuk bisa mengakses kehidupan yang lebih berarti sebagai manusia. Namun demikian, dalam banyak kasus, pendidikan hanya bisa dinikmati oleh sebgaian anggota masyarakat. Terdapat beberapa alas an yang menjadi kendala perolehan pendidikan diantaranya : Faktor usia bisa dijelaskan karena secara kelembagaan formal yang berbasis kelas biasanya usia pendidikan dibatasi dan Faktor sosiokultural mencakup masalah gender, kemiskinan dan minoritas.
Masalah pendidikan ini menjadi perhatian dunia. Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di berbagai belahan dunia dan terdapat badan dunia yang memperhatikan maslah ini yang menghasilkan program Education for All (Pendidikan untuk semua).
A.    Pendidikan untuk Semua (Education for All )
The World Summit on Education for All di Jontien pada tahun 1990 yang diprakasai oleh UNESCO mrenghasilkan deklarasi dunia tentang Education for All. Tujuan akhirnya adalah memnuhi kebutuhan belajar dasar anak-anak, pemuda dan orang dewasa. Bahkan World Education Forum  yang diadakan di Dakar, Senegal, pada tanggal 26-28 April 2000 mengeesahkan Education for All sebagai kerangka aksi untuk diterjemahkan Negara masing-masing yang memuat 6 komitmen.

B.     Pendidikan Anak Dini Usia (Early Chilhood Education)
Manusia secara alamiah akan menjalani tahap-tahap perkembangan yakni dari bayi, anak, remaja, dewasa dan tua. Usia didni merupakan perkembangan yang sangat menentukan. Melihat perkembangan dari pendekatan penahapan yang mencakup perkembangan khusus, yaitu :
a.       Perkembangan fisik
Awal perkembangan pribadi seseorang pada dasarnya bersifat biologis. Perkembangan fisik mencakup aspek anatomis dan fisiologis. Aspek anatomis ditunjukkan  dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang dan adanya kelainan atau ketidaknormalan dalam perekembangan fisik ini akan mempengaruhi segi-segi kepribadiannya.

b.      Perkembangan motorik anak
Perkembangan motorik anak berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinat. Laju perkembangan motorik bisa dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan kondisi bayi tersebut atau lingkungannya.

c.       Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif anak usia dini menurut  Plaget berada pada tahap sensorimotor (0-2 tahun) dan tahap praoperasional (1-7 tahun). Pada tahp ini sensorimotor anak-anak belajar melalui indera dan tindakan. Pada tahap praoperasional anakk mulai dapat belajar dengan menggunakan pemikirannya, anak mampu melakukaan pengelompokan (berdasar warna, ukuran dan bentuk) dan melakukan seriasi.

d.      Perkembangan sosial
Hurlock mendefinisikan perkembangan social sebagai pencapaian suatu kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan harapan social yang ada. Proses menuju kesesuaiana ini mencakup tiga komponen, yaitu : belajar berperilaku social, memainkan peran yang disetujui secara sosial dan pengembangan sikap sosial.

e.       Perkembangan bahasa
Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan sistem komunikasi antara manusia. Anak usia dini dapat memahami lebih banyak dari yang dapat mereka katakan.

f.       Perkembangan moral dan keagamaan
Pada tingkat ini anak belum memliki nilai-nilai moral dalam dirinya, tetapi nilai-nilai moral ditentukan oleh orang dewasa. Anak tunduk kepada kemauan orang dewasa dalam menentukan buruk atau baik. Apabila kata orang dewasa buruk maka ia akan menganggap buruk begitupun sama dengan anggapan baik.

g.      Perkembangan emosional
Pada dasarnya setiap bayi yang baru lahir memliki kemampuan untuk bereaksi secara emosional. Ini bisa ditandai pertama dalam bentuk keterangsangan yang secara umum berlebihan terhadap stimulus yang kuat meskipun tidak selalu terekspresikan dengan jelas sperti keadaan emosional yang spesifik. Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun memiliki ekspresi yang sama dengan oramg dewasa karena bisa mengekspresikan kegembiraan, kemarahan, ketakutan dan kebahagiaan.

C.    Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan orang dewasa atau disebut juga andragogiberasal dari kata andr yang berarti dewasa dan agogos yang berate memimpin, mengemong atau membimbing. Knowles mendefinisikan andragogi dengan seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar sedangkan pedagogi adalah seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak.
Masalah bahwa pendidikan dewasa (andargogi) berbeda dengan pendidikan anak-anak (pedagogi) itu berbeda ketika pedagogi berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sementara pendidikan orang dewasa dilakukan dengan pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah. Namun, pada dasarnya andragogi dan pedagogi adalah sama dalam hal misalnya memiliki perencanaan, metode, media dan evaluasi.
Perencanaan pendidikan dewasa bisa dilakukan dengan perencanaan partisipasif. Hal ini didasarkan karena relative tergabungnya komunikasi dan persepsi antara pendidik, peserta didik dan pelaksana pendidikan agar pelaksanaannya lebih bisa dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama. Metode pendidikan orang dewasa bisa dilihat dari dua sudut pandang, yaitu : kontinum proses belajar ( sebagai dasar metode pendidikan orang dewasa) dan jenis pertemuan yang dilakukan. Media pendidikan orang dewasa adalah audio visual yakni bahan atau alat yang dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap dan ide. Evaluasi pendidikan orang dewasa penting dilakukan karena evaluasi merupakn suatu cara mengukur hasil dari kegiatan pendidikan.

D.    Pendidikan Seumur Hidup (Life Long Education )
Masyarakat akademisi menyatakan bahwa istilah pendidikan seumur hidup pernah disebut oleh Adam Smith  pada tahun 1919. Secara tersirat Yeaxlee pada tahun 1929 menggunakan istilah pendidikan seumur hidup.  Bachelard  pada tahun 1930 menegaskan kembali istilah ini dan akhirnya dipopulerkan Edgar Faure (1960) dalam program UNESCO PBB yang secara semantic mengistilahkan pendidikan seumur hidup sebagai ‘usaha’ setiap individu yang dilakukan secara terus menerus untuk membekali dirinya melalui pendidikan (penambahan pengetahuan).
Pendidikan seumur hidup mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang tidak pernah final. Pendidikan sebagai suatu transformasi pengetahuan dengan demikian juga tidak akan pernah berakhir. Pendidikan baru berakhir bila tidak adanya subjek atau objek pendidikan tersebut, yakni selagi manusia ada di muka bumi dan selagi bumi itu ada, singkat kata selagi masih ada kehidupan.


Dengan demikian, dalam masyarakat yang telah mengimplementasikan pendidikan seumur hidup, terdapat indicator- indicator sebagai berikut :
-          Pendidikan yang luas
Memperhatikan semua usaha untuk menyambung kegiatan pendidikan dengan cara : inventarisasi sumber-sumber pendidikan, pendidikan untuk semua, sekolah sebagai pendidikan minimum untuk melanjutkan pendidikan lainnya.
-          Masyarakat belajar
Masyarakat yang mencintai dan menggemari belajar
-          Pengembangan dan peningkatan kualitas masyarakat
Standar masyarakat tercermin dari kualitasnya yang terus meningkat.


BAB IX
TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENDIDIKAN

Dunia tanpa batas ini secara sederhana bisa disebut dengan era globalisasi. Dampak globalisasi ini sangat jelas terhadap aspek-aspek hubungan masyarakt baik politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan juga pendidikan. Ketika semua pola masyarakat mengalami suatu momen yang menuntut perubahan sesuai dengan tuntutan global, hal yang sama juga mengusik dunia pendidikan. Pendidikan selama ini masih berorientasi sekolah khususnya di ruang yang disebut kelas, dibimbing oleh seorang guru dan sejumlah  buku.

Pendidikan dengan lembaga formal sekolah yang bersifat kaku telah mendapat kritikan. Ketika suatu masyarakat baru menuntut akan pendidikan baru, maka demikian juga halnya pendidikan baru bisa mempengaruhi masyarakat. Sehingga sebagai ungkpan penegasan bisa dikatakan bahwa pendidikan pada dasarnya berkaitan dengan perubahan, pertumbuhan, adaptasi dan peningkatan. Disini bisa dikatakan bahwa pendidikan membutuhkan inovasi.

Inovasi adalah suatu penemuan sesuatu yang benar-benar baru, hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemukan itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian ditemukan berupa hasil kreasi baru. Misalnya pnemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembbuatan barang dari plastic, mode pakaian, dan sebagainya. Ide atau kreativitas ditemukan melalui hasil pengamatan, pengalaman dan hal yang sudah ada, hanya saja wujud yang ditemukannya benar-benar baru.



A.    Asumsi-asumsi
Seiring munculnya teknologi informasi elektronik), pendidikan perlu memanfaatkan inovasi-inovasi tersebut. Hal ini didasrkan adanya asumsi-asumsi sebgai berikut :
1.      Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.
2.      Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup.
3.      Pendidikan dapat berlangsung kapan saja dan dimana saja.
4.      Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri (indenpenden).
5.      Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok, homogeny, heterogen maupun perseorangan.
6.      Belajar dapat diperoleh dari siapa saja dan apa saja baik yang sengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya.

B.     Pendidikan dan Teknologi Informasi
Asumsi-asumsi dasar tersebut memberikan peluang pada dunia pendidikan untuk memafaatkan semaksimal mungkin inovasi teknologi informasi sehingga bisa dikatakan bahawa timbulnya masyarakat ilmiah (scientific society) antara lain disebabkan oleh adanya revolusi bidang teknologi informasi.
Secara lebih rinci pilihan teknologi untuk pendidikan, mulai dari yang sederhana sampai yang canggih telah dikelompokan oleh Chute sebagai berikut :
1.      Teknologi audio
2.      Teknologi audio dan data
3.      Teknologi video
4.      Computer based training
5.      Computer konferensi
6.      Pendidikan dan pelatihan internet

Teknologi berbasis computer yang canggih bisa dijadikan saran yang penting dalam pendidikan karena computer secara umum dilengkapi dengan dua perangkat pokok yakni perangkat keras dan perangkat lunak.
Menurut Murdick  Perangkat keras (hardaware) mempunyai liama fungsi , yaitu :
-          Input, yaitu memasukan data dan perintah ke dalam komputer.
-          Processing, yaitu suatu proses pengolahan data.
-          Output, yaitu hasil pengolahan data yang digunakan untuk menampakkan, menyimpan atau mencetak pengolahan data.
-          Storage, yaitu tempat penyimpanan data, baik berupa internal atau eksternal storage.
-          Transmitting,yaitu proses penyimpanan data, instruksi dan informasi antar computer yang dapat dilakukan untuk menghubungkan dua atau lebih computer yang berbeda tempat.

Sementara itu perangkat lunak (software) adalah suatu program yang isinya berupa instruksi yang dibuat untuk memerintahkan hardware mengerjakan suatu pekerjaan. Perangkat lunak meliputi :
-          Perangkat lunak sistem adalah program computer yang dibuat untuk membantu pengoperasian computer dan digunakan dalam mengendalikan penggunaan perangkat keras serta menunjang pelaksanaan perangkat lunak aplikasi.
-          Perangkat lunak aplikasi adalah rangkaian instruksi yang disusun untuk memerintahkan computer melakukan suatu pekerjaan sesuai yang diinginkan oleh pengguna.



C.    Kelemahan Komputer Internet
Dalam kaitannya dengan pendidikan, computer internet memliki kelemahan seperti yang dijelaskan  Dave Meier yang diantaranya :
1.      Komputer cenderung mengaisolasi
2.      Komputer cenderung membuat orang pasif secara fisik.
3.      Komputer cenderung hanya cocok dengan satu gaya belajar.
4.      Komputer cenderung.berdara media dan bukan pengalaman.

Di samping itu juga computer cenderung mengdehumanisasi dan memekanisasi pembelajar. Computer membuat pembelajar tidak kaya akan ekspresi kemanusiaan. Komputer juga cenderung menghilangkan arti penting guru sebagai fasilitator anatar peserta didik dan pengetahuan yang kaya akan ekspresi, motivasi dan keteladanan. Komputer hanya cenderung memungkinkan pembelajar mengembangkan kecerdasan kognitif (intelektual) sementara potensi kecerdasan social dan spiritual terabaikan. Dengan kata lain potensi manusia untuk menjasi selain rasional yakni social dan spiritual tidak tergali. Seperti kata Todd Oppenheimer, “sekolah bukan semata-mata menyangkut informasi, melainkan mengajak anak-anak memikirkan tentang informasi. Sekolah mengajarkan pemahaman, pengetahuan dan kearifan”.


BAB X
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan makalah ini dapat ditarik kesimpulan, dalam hal pendidikan yaitu pendidikan menjadi sebuah kunci lain untuk menemukan berbagai nilai yang berguna bagi kehidupan baik individual maupun sosial. Ternyata sebenarnya kecerdasan intelektual hanyalah merupakan sebagian kecil dari misteri keajaiban manusia. Pendidikan dengan pola-pola yan terus semakin baru diharapkan dapat menumbuhkan potensi kecerdasan-kecerdasan lain. Kecerdasan-kecerdasan lain disini mengasumsikan berbagai jenis kecerdasan yang diperlukan manusia sebagai makhluk berjiwa yang berbeda dengan makhluk lainnya. Banyak ahli yang mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang berpotensi untuk menjadi rasional, sosial dan spiritual. Dan sekali lagi menjadi sebuah upaya untuk mengoptimalkan semuanya.

Mungkin pada suatu penghujung perenungan, agar proses belajar yang menjadi sebuah upaya yang optimal, bentuk pendidikan harus mengalami revolusi pula demi mewarnai tunas yang akan menjadi pelangi bangsa. Dan dalam proses pendidikan dapat diterapkan pendidikan berbasis nilai kemayarakatan, berharap agar tema sentral pendidikan di negeri ini berbuah gemilang.

B.     Saran
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan dan penelitian makalah ini masih banyak memiliki kelemahan ataupun kekurangan. Maka dari itu Saya sebagai penyusun makalah ini senantiasa membuka dan menerima saran atau kritiknya, agar dapat lebih baik di masa yang akan datang.

1 komentar: