BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan telah mengalami proses
yang panjang. Pendidikan dalam pengertian secara umum, yakni proses transmisi
pengetahuan dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke
generasi lainnya, telah berlangsung setua umur manusia itu sendiri. Dan proses
pendidikan seringnya terjadi dalam sebuah lembaga. Lembaga pendidikan telah
mengalami perkembangan,dari bentuknya yang paling sederhana, asasi dan
primitive yakni keluarga dan masyarakat sampai yang modern, sekolah.
Kemajuan pendidikan mencapai puncak
kegemilangan dengan pecahnya revolusi ilmiah yang menandai kejayaan ilmu
pengetahuan. Pengetahuan sebgai symbol tertinggi pencapaian akal manusia segera
menyebar ke seluruh dunia. Puncak penaklukan akal manusia disebarkan dari
individu ke individu lainnya melalui apa yang disebut pendidikan. Perwujudannya
bisa dilihat dari proses transmisi pengetahuan melalui lembaga-lembaga
non-formal, informal dan terutama formal.
Pada dasarnya pendidikan secara
umum memiliki tugas suci dan mulia, yaitu memberdayakan umat manusia sehingga
mampu mengaktualisasikan dirinya secara penuh dalam kehidupan di dunia dan
akhirat.pendidikan memegang tugas mentransformasikan individu-individu menjadi
manusia sejati, yakni manusia sempurna yang mampu menggali
kecerdasan-kecerdasannya untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah hidupnya.
Banyak ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berpotensi untuk
menjadi rasional, social dan spiritual.
Sejarah pendidikan Indonesia telah
mengalami banyak dinamikanya sendiri seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia
itu sendiri. Kadang bisa diukur kualitas kemampuan dan watak bangsa dengan
melihat kecenderungan pendidikannya. Kualitas pendidikan yang relatif baik bisa
menghasilkan output yang relatif baik pula. Demikian sebaliknya, pendidikan
yang relative kurang baik akan menghasilkan output yang kurang memadai.
B.
Rumusan Masalah
Atas dasar latar
belakang dan identifikasi masalah diatas kita bisa menarik rumusan masalah,
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan ?
2. Mengapa dalam proses pendidikan dapat
dilakukan dengan pendidikan berbasis
nilai kemasyarakatan ?
3. Bagaimana proses pendidikan yang
berbasis nilai kemasyarakatan ?
C.
Tujuan & Manfaat
a.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Pendidikan.
2. Untuk mengetahui sampai mana Penulis
mengetahui tentang pendidikan.
3. Untuk memberi inspirasi bagi para
pemerhati pendidikan dan siapapun yang begelut di dunia pendidikan.
b.
Manfaat
Adapun manfaat yang kami inginkan
dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Menambah
pengetahuan atau wawasan tentang pendidikan
2.
Mengetahui
bagaimana pendidikan berbasis nilai kemasyarakatan.
3.
Member
insipirasi bagi mahasiswa atau mahasiswi pendidikan.
BAB II
PENDIDIKAN
A. Pengertian
Pendidikan
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Pengertian
pendidikan disini menegaskan bahwa dalam pendidikan hendaknya tercipta sebuah
wadah dimana peserta didik bisa secara aktif mempertajam dan memunculkan ke
permukaan potensi-potensinya. Dan pengertian secara lebih operasional
dikemukakan oleh Philip H. Phenix ketika
mendefinisikan pendidikan yang dalam hal ini pendidikan umum, sebagai suatu process of engendering essential meanings, proses
pemunculan makna-makna yang esensial. Ada enam pola esensial yang dapat
dimunculkan melalui kemungkinan cara-cara pemahaman manusia yang berbeda-beda,
yaitu :
1.
Makna
Simbolik ; terdapat pada bahasa keseharian, matematika dan berbagai bentuk
simbolik. Misalnya : gerak tubuh, ritual, pola-pola yang berirama.
2.
Makna
Empirik ; terdapat pada ilmu pengetahuan tentang dunia fisik, benda-benda hidup
dan manusia.
3.
Makna
Estetik ; terdapat dalam seni. Mislanya : seni music, visual, gerak dan sastra.
4.
Makna
Sinoetik ; terdapat pada pemikiran-pemikiran meditative dan pengetahuan
relational yang pribadi.
5.
Makna
Etik ; dapat ditemukan dalam bidang moral.
6.
Makna
Sinoptik ; terdapat dalam integrasi bidang-bidang sejarah, agama dan filsafat.
Pendidikan
pendekatan holistic integrative yang dikembangkan oleh H.A.R Tilaar ketika mendefinisikan pendidikan sebagai suatu proses menumbuhkembangkan
peserta didik yang memasyarakat, membudaya dalam tata kehidupan yang berdimensi
local, nasional maupun global. Sehingga, definisi ini memiliki
komponen-komponen sebagai berikut :
1.
Pendidikan
merupakan suatu proses berkesinambungan
2.
Proses
pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
3.
Eksistensi
manusia yang memasyarakat
4.
Proses
pendidikan dalam masyarakat yang membudaya
5.
Proses
bermasyarakat & membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.
B. Tujuan
Pendidikan
Sebagaimana
termaktub dalam Bab II Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun
2003 tentang Sstem Pendidikan Nasional bahwa “tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman,
bertaqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Tujuan pendidikan menurut Landasan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya adalah manusia seutuhnya
yaitu :
1. Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
2. Berbudi pekerti luhur
3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Berkepribadian mantap dan mandiri
6. Memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan
BAB
III
LEMBAGA-LEMBAGA
PENDIDIKAN
Dalam tradisi keilmuan pendidikan
terdapat kesepakatan bahwa lembaga pendidikan di kategorikan mulai dari
pendidikan formal, informal dan nonformal dipakai untuk membagi lembaga
pendidikan dari segi administrasi penyelenggaraannya. Namun dalam makalah ini
uraian terhadap proses pembelajaran manusia diasumsikan terjadi dalam
lembaga-lembaga social tertentu dimana secara umum manusia mengalami tahapan
proses pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
A. Keluarga
Istilah
keluarga dalam Sosiologi menjadi salah satu bagian ikon yang mendapat perhatian
khusus. Keluarga dianggap penting sebagai bagian dari masyarakat secara umum.
Individu terbentuk karena adanya keluarga dan dari keluarga pada akhirnya akan
membentuk masyarakat. Sedemikian penting peran keluarag atau posisi keluarga
dalam pembentukan masyarakat, maka perlu kiranya menjelaskan di bawah ini
tentang fungsi keluarga, yakni :
1. Fungsi pengaturan seksual ; keluarga
adalah lembaga pokok, yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan
mengorganisasikan keinginan seksual.
2. Fungsi reproduksi ; salah satu akibat
dari hubungan seksual adalah mendapatkan keturunan.
3. Funsi sosialisasi ; sebagaimana
diketahui secara factual bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, sehingga
evolusi perkembangan biologis dan psikologisnya memerlukan proses sosialisasi
dari orang-orang terdekatnya.
4. Fungsi afeksi ; salah satu kebutuhan
dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang ata rasa dicintai.
5. Fungsi penentuan status ; dalam memasuki
sebuah keluarga, seseorang mewarisi suatu rangkaian status.
6. Fungsi perlindungan ; dalam setiap
masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis
bagi seluruh anggotanya.
7. Fungsi ekonomis ; sudah jelas bahwa
keluarga merupakan unit ekonomi yang memberikan kebutuhan-kebutuhan ekonomi
seluruh anggota keluarganya.
Sementara dalam sudut
pandang pendidikan ada beberapa penegasan yang perlu dibuat terkait posisi
keluarga yang menjadi lembaga pendidikan yang paling utama. Dengan demikian,
keluarga diharapkan menyediakan lingkungan yang kondusif sekaligus sebagai
sarana efektif untuk terjadinya proses pembelajaran. Dalam hal ini ada beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian sebgaimana dinyatakan Subino Hadisubroto, yaitu bahwa keluarga hendaknya menjadi tempat
tinggal yang membetahkan, menjadi tempat berbagi rasa dan pikiran, menjadi
tempat mencurahkan suka dan duka, tidak menjadi tempat bergantung bagi
anak-anak tetapi sebagai tempat berlatih mandiri, tidak menjadi tempat menutut
hak, menjadikan tempat menumbuhkan kehidupan religious dan akhirnya menjadi
tempat yang aman karena aturan main antara anggota ditegakkan.
B. Sekolah
Dalam
aspek pendidikan, ternyata keluarga tidak lagi memadai untuk menjadi
satu-satunya lembaga yang menjalankan fungsi pendidikan. Efektivitas keluarga
selaku lembaga pendidikan untuk sebagiannya diserahkan kepada sekolah. Sekolah
kini telah menjasi alternative utama karena system administrasi modernnya
sebagai sarana pembelajaran. Sekolah dianggap sebagai system yang secara khusus
terkait dengan proses belajar mengajar atau proses pendidikan.
1.
Fungsi sekolah
a.
Sekolah
mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
b.
Sekolah
memberikan keterampilan dasar
c.
Sekolah
membuka kesempatan memperbaiki nasib
d.
Sekolah
menyediakan tenaga pembangunan
e.
Sekolah
membantu memecahkan masalah-masalah social
f.
Sekolah
mentransmisikan kebudayaan
g.
Sekolah
membentuk manusia yang social
h.
Sekolah
merupakan alat transformasi kebudayaan
C. Masyarakat
Masyarakat
bisa diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup di suatu wilayah yang
memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan satu sama lain. Pola hubungan
antar individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai
yang diakui bersama dan diabadikan dalam norma dan aturan yang pada umumnya
tidak diverbalkan. Dengan demikian, masing-masing individu diharuskan untuk
menjungjung tinggi nilai-nilai tersebut sehingga tercipta sutau hubungan social
yang relative stabil. Dalam konteks ini, masyarakat adalah wadah dimana
individu mengalami proses pembelajaran secara langsung.
Disamping
entitas masyarakat itu sendiri sebagai tempat pendidikan, masyarakat juga
mewadahi apa yang disebut community
school, sekolah masyarakat. Sekolah yang berpusat kepada masyarakat ini
berorientasi pada masalah-masalah kehidupan dalam masyarakat seperti masalah
pelestarian alam, pemanfaatan sumber-seumber alam dan manusia, kesehatan,
kewarganegaraan, penggunaan waktu senggang, komunikasi, transportasi, dan
sebagainya. Tokoh-tokoh dari setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari
dunia perusahaan pemerintahan, agama, politik dan sebagainya diminta
bekerjasama dengan sekolah dalam proyrk perbaikan masyarakat.
BAB
IV
HAKIKAT
MANUSIA
A. Hakikat
Manusia dalam Persepektif Pendidikan
Pada
bagian ini akan diungkapkan tentang aliran-aliran yang menjelaskan tentang
hakikat manusia dalam kaitannya dengan pendidikan.
-
Empirisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan potensi
dasar anak tergantung pada lingkungannya, sedangkan pembawaan tidak dianggap
penting. Implikasinya, lingkungan dalam hal ini berbentuk keluarga, sekolah
atau masyarakat akan menentukan pola-pola mengenai cara pandang tertentu yang
di transfer melalai pendidikan.
-
Nativisme
Schopenhaeur (1788-1860)
menytakan bahwa bayi lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Implikasinya,
factor eksternal diri manusia yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah atau
masyarakat tidak akan memiliki peran menentukan dalam membentuk karakter
manusia.
-
Naturalisme
Teori ini dikembangkan oleh JJ. Rosseau (1712-1778) yang menyatakan bahwa semua anak yang baru
dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pada dasarnya, aliran ini sejalan dengan
empirisme dalam hal bahwa pendidikan memiliki peran penting pada diri manusia.
Perbedaannya terletak pada bahwa manusia berpotensi baik dan ketika
ktualisasinya buruk karena disebabkan oleh factor pengaruh lingkungan
(pendidikan).
-
Konvergensi
Teori ini dikembangkan oleh William Stern (1871-1939) yang menyatakan bahwa anak dilahirkan di
dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk dalam proses perkembangannya
factor pembawaan dan factor lingkungan sama-sama mempunyai peran sangat
penting. Apabila pendidikan yang baik telah diperoleh seseorang dna efektif,
maka ini berarti factor internal dan eksternal saling memperkuat satu sama
lain.
B. Hakikat
Manusia dalam Persepektif Psikologi
Pada
bagian ini akan diungkapkan tentang aliran-aliran disiplin psikologi yang
menjelaskan tentang hakikat manusia.
-
Psikoanalisa
Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa manusia
terdiri dari tiga sistem yaitu Id (dorongan-dorongan biologis), Ego (kesadaran
terhadap realitas kehidupan), dan Superego (kesadaran normatif).
-
Behavierisme
Aliran ini beranggapan bahwa manusia tidak memliki
pembawaan (bakat alamiah) apapun. Manusia akan berkembang sesuai dengan
stimulasi yang diterimanya dari lingkungan. Lingkungan yang baik akan
menghasilkan manusia yang baik dan juga sebaliknya.
-
Humanistik
Menurut aliran ini manusia pada dasarnya memiliki
potensi-potensi baik. Seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesisi,
imajinasi, kreativitas, tanggung jawab, makna hidup, humor, sikap etis dan
estetika.
-
Transpersonal
Merupakan
pengembangan diri aliran humanistik. Psikologi transpersonal menitikberatkan
pada dua unsure penting manusia yakni, potensi luhur (the highest potencial) dan fenomena kesadaran (states of consciousness) manusia.
C. Hakikat
Manusia dalam Persepektif Sosiologi
Manusia yang memiliki dimensi
biologis dan psikologis mengalami evolusi perkembangan. Secara biologis manusia
dilahirkan dengan penuh keterbatasan dan secara psikologis kondisi manusia
ketika masih bayi benar-benar dalam keadaan belum terbentuk bahkan untuk
mengenali dirinya sendiri pun belum bisa dilakukannya harus memlaui
pembelajaran dari orang lain. Diperlukan proses baik memlaui pembelajaran
ataupun melakukan trial and error, misalnya
untuk mengenal bahwa api itu panas. Dari sini dapat disimpulkan bhwa manusia
tidak bisa hidup sendirian, tapi memerlukan orang lain sehingga dikatakan bahwa
manusia sebagai makhluk social.
BAB
V
PENGETAHUAN
A. Epistemologi
( Hakikat dan Sumber Pengethuan )
Pengetahuan
menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada
dalam alam nyata ( dari fakta atau hakikat). Pengetahuan menurut idealisme
adalah proses-proses mental atau psikologis yang bersifat subjektif.
Setelah
dibahas tentang hakikat pengetahuan, maka dibawah ini merupakan tentang sumber
pengetahuan yang meliputi :
1. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang
mengatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman inderawi.
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah aliran yang
mengatakan bahwa sumber pengetahuan yaitu akal.
3. Intuisi
Intuisi adalah hasil dari evolusi
pemahaman yang tertinggi.
4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang
disampaikan Tuhan kepada manusia melalui utusan.
B. Cara
Kerja Otak
Diantara
sedikit hak yang diketahui sejauh ini berkaitan dengan keunikan dan kecanggihan
otak adalah apa yang disimpulkan oleh Howard
Gardner seperti dikutip Gordon
Dryden dan Jeannette Vos – ketika
mengkategorikan tujuh model kecerdasan yang dimiliki manusia yang meliputi :
1. Kecerdasan linguistik: keampuan dalam
hal membaca, menulis dan berkomunikasi dengan kata-kata.
2. Kecerdasan logika: kemampuan untuk
manalar dan menghitung.
3. Kecerdasan musical: kemampuan yang
dimiliki oleh composer, konduktor dan musisi terkenal.
4. Kecerdasan spasial dan visual: kemampuan
yang banyak digunakan oleh arsitek, pematung, pelukis, navigator dan pilot.
5. Kecerdasan kinesetik atau kecerdasan
fisik : kemampuan yang banyak berkembang pada atlet, penari, dan mungkin para
ahli bedah.
6. Kecerdasan interpersonal: kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, jenis kemampuan yang lazim dimiliki
peadagang, motivator dan negosiator.
7. Kecerdasan intrapersonal atau
introspektif: kemampuan untuk memiliki wawasan, mengetahui jati diri, jenis
kemampuan yang melahirkan intuisi yang luar biasa.
Namun
secara umum terdapat juga tipologi yang membedakan otak menjadi dua bagian,
yaitu otak kiri yang memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata,
matematika dan urutan yang disebut pembelajaran akademis. Otak kanan
berhubungan dengan irama, rima, music, gambar, dan imajinasi yang disebut
aktivitas kreatif. Ironisnya dalam dunia pendidikan, tes kecerdasan biasanya
hanya memfokuskan pada kecerdasan logika.
BAB
VI
NILAI
A. Nilai
sebagai Perwujudan Diri
Demikian
luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep lainnya ataupun
dikaitkan dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan
logika menjadi benar-salah, jika estetika menjadi indah-jelek, jika etika
menjadi baik-buruk. Oleh karena itu, kita dapat mengambil sudut pandang
ideology pendidikan untuk member arah pembahasan yang relative mudah
diaplikasikan yakni ketika nilai sebagai sejenis perilaku tertentu yang terkait
dengan konsepsi tertentu tentang tahu dan yang diketahui. Dalam hal ini ,
pengetahuan dalam perkembangan selajutnya menjelma menjadi keyakinan yang
kemudian direfleksikan menjadi sikap dan perilaku. Sehingga nilai dianggap
sebgai perwujudan diri. Perwujudan diri disini adalah perwujudan
potensi-potensi diri menjadi nyata.
Potensi-potensi
yang dimaksud adalah kemampuan- kemampuan positif misalnya kemampuan untuk
menjadi rasional, bermoral, mencari penyerahan atau penerangan akal budi.
Sedangkan potensi yang berlawanan atau bertentangan dipandang sebagai ketiadaan
perwujudan potensi tertentu atau perwujudan yang keliru atau menyimpang.
B. Cara
Memperoleh Nilai
Pertama, pencarian
kebenaran dan keutamaan melalui filsafat, yakni melalui cara berpikir
kontemplatif (paradigm logis-abstrak). Melalui filsafat seseorang bisa
menemukan makna dari sesuatu yang abstrak atau makna yang ada “dibelakang”
objek yang konkret.
Kedua, nilai
diperoleh melalui paradigm berpikir logis-empiris. Paradigm ini merupakan
paradigm ilmu pengetahuan yang selalu memerlukan bukti-bukti nyata dalam
menguji kebenaran dan keutamaan sesuatu.
Ketiga, perolehan
nilai melalui hati dan fungsi rasa, cara ini tidak lagi menyertakan
pertimbangan logis (filsafat) atau logis-empiris (ilmu pengetahuan).
C. Internalisasi
Nilai Moralitas Masyarakat dan Agama
Terdapat tiga teori-teori dasar
dalam memahami masalah perkembangan moral sebagaimana dinyatakan Aronfreed dan Kohelberg- seperti yang dikutip
Asih Menanti, yakni :
1. Teori psikoanalisa
Menurut
teori ini seseorang dikatakan bermoral apabila tindakan-tindakannya sesuai
dengan nilai-nilai, aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Perkembangan
moral berarti individu makin mampu menginternalisasikan nilai-nilai ke dalam
dirinya.
2. Teori behavioristik
Teori
ini hamper sama dengan teori psikoanalisa bahwa perkembangan moral diperoleh
melalui internalisasi nilai-nilai moral.
Perbedaanya di dalam cara pembentukan moral, yaitu teori psikoanalisa
menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai melalui ajaran langsung tingkah laku
bermoral, sedangkan teori behavioristik menekankan proses belajar moral melalui
hubungan stimulus-respon yakni dengan memberikan ganjaran bagi pembentukan
tingkah laku dan memberikan hukuman untuk menghilangkannya.
3. Teori kognitif
Teori
ini mengasumsikan adanya tahap-tahap yang berurutan (sequence) dalam
perkembangan moral. Konsep tahap berarti adanya struktur-struktur yang secara
terus-menerus mengadakan reorganisasi- reorganisasi dalam proses individu
mencapai tahap penalaran moral yang lebih tinggi.
Di samping teori perkembangan
moral, perlu juga disini diuraikan tahapan perkembangan religious yang
dikembangkan Moran seperti yang
dikutp M.I. Soelaeman sebagaimana
dijelaskan berikut ini :
1. Anak-anak
Dunia religious anak masih sangat
sederhana sehingga disebut juga dengan the
simply religious. Pada saat itu anak memang belum dapat melaksanakan tugas
hidupnya secara mandiri. Dalam banyak hal anak harus mempercayakan dirinya
kepada pendidiknya. Oleh karenanya pendidikan agama kepada anak seringnya
dengan menggunakan metode cerita.
2. Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan
dari anak menjadi dewasa. Di samping perubahan biologis anak mengalami
perubahan kehidupan psikologis dan kehidupan sosio-budayanya dan yang lebih
penting lagi dunia nilainya, dunia penuh penemuan dan pengalaman yang bahkan
ditingkatkannya menjadi eksperimentasi. Dengan demikian, metode yang disarankannya
adalah dialog.
3. Dewasa
Pada saat ini seseorang mencapai tahapan
kedewasaan beragama, yakni mampu merealisasikan agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari atas dasar kerelaan dan kesungguhan dan bukan hanya
sekedar pulasan di luar.
BAB
VII
INTERGRASI
MATERI DAN METODOLOGI
A. Reafirmasi
Materi Pengajaran Agama
Salah
satu sudut pandang menilai pendidikan di Indonesia adalah sudut pandang
filosofis yakni tentang epistemology pengetahuan. Hal seperti ini tertulis dari
ungkapan Amin Abdullah ketika mengatakan bahwa
pemikiran Muslim terlalu rigid, puritan, dan dikotomis dalam memecahkan
persoalan. Konsekwensinya Muslim cenderung kurang berpikir secara sintesis,
elastic dan pragmatis.
Untuk
itu materi pelajaran agama perlu ditinjau ulang mengingat epistemology yang
rigid dan dikotomis telah menyebabkan relative tidak membuminya konsep-konsep
agama. Dalam hal ini agama hanya melulu berhubungan antara manusia dengan
Tuhannya. Sehingga agama tidak terkait dengan kehidupan pragmatis. Dan walaupun
materi pendidikan agama dicoba untuk lebih membumi namun banyak kasus ketika
hanya dioperasionalkandalam konteks kehidupan sesame umat beragama. Bahasan
tentang umat dari agama lain kurang mendapat apresiasi dan kalupun ada hanya
bersifat ideal. Untuk itu makalah ini akan memberikan uraian dengan bertolak
pada dua asumsi dasar tentang pendidikan agama, yakni orientasi pada
keselamatan individu dan orientasi pada keselamatan individu dan kelompoknya.
1.
Orientasi pada keselamatan individu
Orientasi materi pendidikan agama
diarahkan pada keselamatan individu. Hal ini pernah dinyatakan oleh Amin Abdullah ketika mengatakan bahwa salah satu ciri pendidikan dan
pengajaran di era klasik-skolastik adalah sifatnya yang terlalu menekankan
keselamatan yang didasarkan pada kebaikan hubungan antara diri seorang individu
dengan Tuhannya, kurang begitu memebri tekanan yang baik antara diri individu
dengan individu-individu sesamanya.
2.
Orientasi pada keselamatan individu dan kelompoknya
Orientasi materi pendidikan agama
diarahkan pada keselamatan individu dan kelompoknya. Orientasi ini sebenarnya
merupakan perkembangan dari orientasi keselamatan individu. Hal ini dikarenakan
kesamaan keyakina sampai titik tertentu akan menimbulkan persamaan
identitas yang akan membentuk komunitas.
Kecenderungan ini akan membentuk sebuah komunitas yang relatif homogeny dan
membentuk sebuah cara pandang yang relative monolitik. Implikasinya dalam
konteks hubungan dengan manusia secara lebih luas yang melampaui
penganut-penganut agama lain atau dalam konteks pluralism dia akan cenderung
bersifat eksklusif. Pemahaman terhadap agama seperti ini menganggap bahwa orang
lain tidak memliki nilai signifikan yang menambaha pengabdian kepada Tuhan.
B. Rekonstruksi
Metodologi Pengajaran Agama
Penjelasan
pada bagian ini akan mengacu kepada apa yang dinyatakan R.M. Thomas bahwa pendidikan agama memliki tujuan kognitif dan
afektif. Kognitif disini mengacu kepada pemahaman intelektual terhadap
aspek-aspek pendidikan agama yang bisa dikomunikasikan kepada orang lain dalam
bentuk kata, diingat melalui ingatan untuk kemudian dimunculkan kembali,
dianalisis dan digunakan sebagai petunjuk mengambil keputusan dalam hidup.
Sememntara afektif merupakan komponen- komponen emosional pendidikan agama,
perasaan yang tidak bisa disampaikan melalui kata-kata.
Proses
penyampaian pendidikan agama yang baik aspek kognitif maupun afektif perlu
mendapat perhatian yang serius.
1.
Pendidikan agama yang bersifat kognitif
Norma-norma agama yang dijelaskan
secara kognitif meniscayakan penyesuaian dengan tahap-tahap perkembangan
peserta didik. Ini berarti bahwapendidikan agama yang diajarkan harus
disesuaikan dengan kecerdasan linguistic dan logika peserta didik.
Dengan demikian, pada intinya norma-norma agama
diperkenalkan dalam pengetian kognitif sesuai dengan pengalaman social peserta
didik dan norma-norma agama tidak harus selalu menggunakan bahasa kitab suci
akan tetapi dengan bahasa yang dioperasionalkan sesuai dengan bahasa
masyarakat.
2.
Pendidikan agama yang bersifat afektif
Aspek afektif dari pendidikan agama
bertolak dari asumsi bahwa secara umum nilai-nilai agung agama dalam kaitannya
dengan manusia dengan Tuhannya dan sesame makhluk bukan hanya menjadi
sekumpulan norma-norma teologi dan hokum retoris yang bisa ditransfer dari
pikiran ke pikiran lain, sebab dalil-dalil keagamaan ini pada dasarnya relative
mudah dipahami dan dimengerti oleh orang lain denga kemampuan-kemampuan dasar
secra umum karena menggunakan penalaran logika dan kaidah-kaidah bahasa yang
logis. Aspek afektif dalam pendidikan agama merupakan komponen-komponen
emosional pendidikan agama, perasaan yang tidak bisa diungkapankan melalui
kata-kata.
C. Produk
Pendidikan
Manusia yang diinginkan oleh
pendidkan adalah manusia model yang mampu mengaktualisasikan potensi-potensinya
yang terkait dengan kecerdasan-kecerdasannya sehingga menjadi
kemampuan-kemampuan actual untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnnya sebgai
manusia yang memiliki akal.
Dalam istilah pendidikan secara
umum aspek kognitif, afektif dan psikomotor akan diaktualisasikan dalam cara
berpikir, bersikap dan berperilaku. Dalam konteks pendidikan agama disini aspek
kognitif yang berupa norma-norma atau aturan-aturan agama mampu
ditransformasikan melalui otak menjadi cara berpikir.
Pendidikan akan memproduksi manusia
yang rasional, social dan spiritual. Integrasi yang sempurna dari wujud manusia
ini menjadi tujuan akhir dari pendidikan yang ideal.
BAB
VIII
ISU
GLOBAL PENDIDIKAN
Idealnya pendidikan bisa dinikmati
oleh semua anggota masyarakat sebagai wujud hak hidupnya. Menjadi manusia
terdidik pada dasarnya adalah tujuan untuk bisa mengakses kehidupan yang lebih
berarti sebagai manusia. Namun demikian, dalam banyak kasus, pendidikan hanya
bisa dinikmati oleh sebgaian anggota masyarakat. Terdapat beberapa alas an yang
menjadi kendala perolehan pendidikan diantaranya : Faktor usia bisa dijelaskan
karena secara kelembagaan formal yang berbasis kelas biasanya usia pendidikan
dibatasi dan Faktor sosiokultural mencakup masalah gender, kemiskinan dan minoritas.
Masalah pendidikan ini menjadi
perhatian dunia. Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di berbagai belahan
dunia dan terdapat badan dunia yang memperhatikan maslah ini yang menghasilkan
program Education for All (Pendidikan
untuk semua).
A. Pendidikan
untuk Semua (Education for All )
The World Summit on
Education for All di Jontien pada tahun
1990 yang diprakasai oleh UNESCO mrenghasilkan deklarasi dunia tentang Education for All. Tujuan akhirnya
adalah memnuhi kebutuhan belajar dasar anak-anak, pemuda dan orang dewasa.
Bahkan World Education Forum yang diadakan di Dakar, Senegal, pada tanggal
26-28 April 2000 mengeesahkan Education
for All sebagai kerangka aksi untuk diterjemahkan Negara masing-masing yang
memuat 6 komitmen.
B. Pendidikan
Anak Dini Usia (Early Chilhood Education)
Manusia
secara alamiah akan menjalani tahap-tahap perkembangan yakni dari bayi, anak,
remaja, dewasa dan tua. Usia didni merupakan perkembangan yang sangat
menentukan. Melihat perkembangan dari pendekatan penahapan yang mencakup
perkembangan khusus, yaitu :
a. Perkembangan fisik
Awal perkembangan pribadi seseorang
pada dasarnya bersifat biologis. Perkembangan fisik mencakup aspek anatomis dan
fisiologis. Aspek anatomis ditunjukkan
dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang dan
adanya kelainan atau ketidaknormalan dalam perekembangan fisik ini akan
mempengaruhi segi-segi kepribadiannya.
b. Perkembangan motorik anak
Perkembangan motorik anak berarti
perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat
syaraf dan otot yang terkoordinat. Laju perkembangan motorik bisa dipengaruhi
oleh hal-hal yang berkaitan dengan kondisi bayi tersebut atau lingkungannya.
c. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif anak usia
dini menurut Plaget berada pada tahap sensorimotor (0-2
tahun) dan tahap praoperasional (1-7 tahun). Pada tahp ini sensorimotor
anak-anak belajar melalui indera dan tindakan. Pada tahap praoperasional anakk
mulai dapat belajar dengan menggunakan pemikirannya, anak mampu melakukaan
pengelompokan (berdasar warna, ukuran dan bentuk) dan melakukan seriasi.
d. Perkembangan sosial
Hurlock
mendefinisikan perkembangan social
sebagai pencapaian suatu kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan harapan
social yang ada. Proses menuju kesesuaiana ini mencakup tiga komponen, yaitu :
belajar berperilaku social, memainkan peran yang disetujui secara sosial dan
pengembangan sikap sosial.
e. Perkembangan bahasa
Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu
sistem tanda, baik lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan sistem komunikasi antara
manusia. Anak usia dini dapat memahami lebih banyak dari yang dapat mereka
katakan.
f. Perkembangan moral dan keagamaan
Pada tingkat ini anak belum memliki
nilai-nilai moral dalam dirinya, tetapi nilai-nilai moral ditentukan oleh orang
dewasa. Anak tunduk kepada kemauan orang dewasa dalam menentukan buruk atau
baik. Apabila kata orang dewasa buruk maka ia akan menganggap buruk begitupun
sama dengan anggapan baik.
g. Perkembangan emosional
Pada dasarnya setiap bayi yang baru
lahir memliki kemampuan untuk bereaksi secara emosional. Ini bisa ditandai
pertama dalam bentuk keterangsangan yang secara umum berlebihan terhadap
stimulus yang kuat meskipun tidak selalu terekspresikan dengan jelas sperti
keadaan emosional yang spesifik. Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun
memiliki ekspresi yang sama dengan oramg dewasa karena bisa mengekspresikan
kegembiraan, kemarahan, ketakutan dan kebahagiaan.
C. Pendidikan
Orang Dewasa
Pendidikan
orang dewasa atau disebut juga andragogiberasal dari kata andr yang berarti dewasa dan agogos
yang berate memimpin, mengemong atau membimbing. Knowles mendefinisikan andragogi dengan seni dan ilmu dalam
membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar sedangkan pedagogi adalah
seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak.
Masalah
bahwa pendidikan dewasa (andargogi) berbeda dengan pendidikan anak-anak
(pedagogi) itu berbeda ketika pedagogi berlangsung dalam bentuk identifikasi
dan peniruan, sementara pendidikan orang dewasa dilakukan dengan pengarahan
diri sendiri untuk memecahkan masalah. Namun, pada dasarnya andragogi dan
pedagogi adalah sama dalam hal misalnya memiliki perencanaan, metode, media dan
evaluasi.
Perencanaan
pendidikan dewasa bisa dilakukan dengan perencanaan partisipasif. Hal ini
didasarkan karena relative tergabungnya komunikasi dan persepsi antara
pendidik, peserta didik dan pelaksana pendidikan agar pelaksanaannya lebih bisa
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama. Metode pendidikan orang dewasa
bisa dilihat dari dua sudut pandang, yaitu : kontinum proses belajar ( sebagai
dasar metode pendidikan orang dewasa) dan jenis pertemuan yang dilakukan. Media
pendidikan orang dewasa adalah audio visual yakni bahan atau alat yang
dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan
dalam menularkan pengetahuan, sikap dan ide. Evaluasi pendidikan orang dewasa
penting dilakukan karena evaluasi merupakn suatu cara mengukur hasil dari
kegiatan pendidikan.
D. Pendidikan
Seumur Hidup (Life Long Education )
Masyarakat akademisi menyatakan
bahwa istilah pendidikan seumur hidup pernah disebut oleh Adam Smith pada tahun 1919.
Secara tersirat Yeaxlee pada tahun
1929 menggunakan istilah pendidikan seumur hidup. Bachelard pada tahun 1930 menegaskan kembali istilah ini
dan akhirnya dipopulerkan Edgar Faure (1960)
dalam program UNESCO PBB yang secara semantic mengistilahkan pendidikan seumur
hidup sebagai ‘usaha’ setiap individu yang dilakukan secara terus menerus untuk
membekali dirinya melalui pendidikan (penambahan pengetahuan).
Pendidikan seumur hidup
mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang tidak pernah final. Pendidikan
sebagai suatu transformasi pengetahuan dengan demikian juga tidak akan pernah
berakhir. Pendidikan baru berakhir bila tidak adanya subjek atau objek
pendidikan tersebut, yakni selagi manusia ada di muka bumi dan selagi bumi itu
ada, singkat kata selagi masih ada kehidupan.
Dengan demikian, dalam masyarakat
yang telah mengimplementasikan pendidikan seumur hidup, terdapat indicator-
indicator sebagai berikut :
-
Pendidikan
yang luas
Memperhatikan
semua usaha untuk menyambung kegiatan pendidikan dengan cara : inventarisasi
sumber-sumber pendidikan, pendidikan untuk semua, sekolah sebagai pendidikan
minimum untuk melanjutkan pendidikan lainnya.
-
Masyarakat
belajar
Masyarakat
yang mencintai dan menggemari belajar
-
Pengembangan
dan peningkatan kualitas masyarakat
Standar
masyarakat tercermin dari kualitasnya yang terus meningkat.
BAB
IX
TEKNOLOGI INFORMASI DAN
PENDIDIKAN
Dunia
tanpa batas ini secara sederhana bisa disebut dengan era globalisasi. Dampak
globalisasi ini sangat jelas terhadap aspek-aspek hubungan masyarakt baik
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan juga pendidikan. Ketika semua
pola masyarakat mengalami suatu momen yang menuntut perubahan sesuai dengan
tuntutan global, hal yang sama juga mengusik dunia pendidikan. Pendidikan
selama ini masih berorientasi sekolah khususnya di ruang yang disebut kelas,
dibimbing oleh seorang guru dan sejumlah
buku.
Pendidikan
dengan lembaga formal sekolah yang bersifat kaku telah mendapat kritikan.
Ketika suatu masyarakat baru menuntut akan pendidikan baru, maka demikian juga
halnya pendidikan baru bisa mempengaruhi masyarakat. Sehingga sebagai ungkpan
penegasan bisa dikatakan bahwa pendidikan pada dasarnya berkaitan dengan
perubahan, pertumbuhan, adaptasi dan peningkatan. Disini bisa dikatakan bahwa
pendidikan membutuhkan inovasi.
Inovasi
adalah suatu penemuan sesuatu yang benar-benar baru, hasil kreasi manusia.
Benda atau hal yang ditemukan itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian
ditemukan berupa hasil kreasi baru. Misalnya pnemuan teori belajar, teori
pendidikan, teknik pembbuatan barang dari plastic, mode pakaian, dan
sebagainya. Ide atau kreativitas ditemukan melalui hasil pengamatan, pengalaman
dan hal yang sudah ada, hanya saja wujud yang ditemukannya benar-benar baru.
A. Asumsi-asumsi
Seiring
munculnya teknologi informasi elektronik), pendidikan perlu memanfaatkan
inovasi-inovasi tersebut. Hal ini didasrkan adanya asumsi-asumsi sebgai berikut
:
1. Pendidikan pada hakikatnya merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat terjadinya perubahan
pada diri pribadinya.
2. Pendidikan adalah proses yang
berlangsung seumur hidup.
3. Pendidikan dapat berlangsung kapan saja
dan dimana saja.
4. Pendidikan dapat berlangsung secara
mandiri (indenpenden).
5. Pendidikan dapat berlangsung secara
efektif baik di dalam kelompok, homogeny, heterogen maupun perseorangan.
6. Belajar dapat diperoleh dari siapa saja
dan apa saja baik yang sengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya.
B. Pendidikan
dan Teknologi Informasi
Asumsi-asumsi
dasar tersebut memberikan peluang pada dunia pendidikan untuk memafaatkan
semaksimal mungkin inovasi teknologi informasi sehingga bisa dikatakan bahawa
timbulnya masyarakat ilmiah (scientific
society) antara lain disebabkan oleh adanya revolusi bidang teknologi
informasi.
Secara
lebih rinci pilihan teknologi untuk pendidikan, mulai dari yang sederhana
sampai yang canggih telah dikelompokan oleh Chute sebagai berikut :
1. Teknologi audio
2. Teknologi audio dan data
3. Teknologi video
4. Computer
based training
5. Computer konferensi
6. Pendidikan dan pelatihan internet
Teknologi berbasis
computer yang canggih bisa dijadikan saran yang penting dalam pendidikan karena
computer secara umum dilengkapi dengan dua perangkat pokok yakni perangkat
keras dan perangkat lunak.
Menurut Murdick Perangkat keras
(hardaware) mempunyai liama fungsi , yaitu :
-
Input, yaitu memasukan
data dan perintah ke dalam komputer.
-
Processing, yaitu
suatu proses pengolahan data.
-
Output, yaitu
hasil pengolahan data yang digunakan untuk menampakkan, menyimpan atau mencetak
pengolahan data.
-
Storage,
yaitu tempat penyimpanan data, baik berupa internal
atau eksternal storage.
-
Transmitting,yaitu
proses penyimpanan data, instruksi dan informasi antar computer yang dapat
dilakukan untuk menghubungkan dua atau lebih computer yang berbeda tempat.
Sementara
itu perangkat lunak (software) adalah suatu program yang isinya berupa
instruksi yang dibuat untuk memerintahkan hardware mengerjakan suatu pekerjaan.
Perangkat lunak meliputi :
-
Perangkat
lunak sistem adalah program computer yang dibuat untuk membantu pengoperasian
computer dan digunakan dalam mengendalikan penggunaan perangkat keras serta
menunjang pelaksanaan perangkat lunak aplikasi.
-
Perangkat
lunak aplikasi adalah rangkaian instruksi yang disusun untuk memerintahkan
computer melakukan suatu pekerjaan sesuai yang diinginkan oleh pengguna.
C. Kelemahan
Komputer Internet
Dalam
kaitannya dengan pendidikan, computer internet memliki kelemahan seperti yang
dijelaskan Dave Meier yang diantaranya :
1. Komputer cenderung mengaisolasi
2. Komputer cenderung membuat orang pasif
secara fisik.
3. Komputer cenderung hanya cocok dengan
satu gaya belajar.
4. Komputer cenderung.berdara media dan
bukan pengalaman.
Di samping itu juga computer
cenderung mengdehumanisasi dan memekanisasi pembelajar. Computer membuat
pembelajar tidak kaya akan ekspresi kemanusiaan. Komputer juga cenderung
menghilangkan arti penting guru sebagai fasilitator anatar peserta didik dan
pengetahuan yang kaya akan ekspresi, motivasi dan keteladanan. Komputer hanya
cenderung memungkinkan pembelajar mengembangkan kecerdasan kognitif
(intelektual) sementara potensi kecerdasan social dan spiritual terabaikan.
Dengan kata lain potensi manusia untuk menjasi selain rasional yakni social dan
spiritual tidak tergali. Seperti kata Todd
Oppenheimer, “sekolah bukan semata-mata menyangkut informasi, melainkan
mengajak anak-anak memikirkan tentang informasi. Sekolah mengajarkan pemahaman,
pengetahuan dan kearifan”.
BAB
X
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah ini dapat ditarik kesimpulan, dalam hal pendidikan yaitu
pendidikan menjadi sebuah kunci lain untuk menemukan berbagai nilai yang
berguna bagi kehidupan baik individual maupun sosial. Ternyata sebenarnya
kecerdasan intelektual hanyalah merupakan sebagian kecil dari misteri keajaiban
manusia. Pendidikan dengan pola-pola yan terus semakin baru diharapkan dapat
menumbuhkan potensi kecerdasan-kecerdasan lain. Kecerdasan-kecerdasan lain
disini mengasumsikan berbagai jenis kecerdasan yang diperlukan manusia sebagai
makhluk berjiwa yang berbeda dengan makhluk lainnya. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang berpotensi untuk menjadi
rasional, sosial dan spiritual. Dan sekali lagi menjadi sebuah upaya untuk
mengoptimalkan semuanya.
Mungkin
pada suatu penghujung perenungan, agar proses belajar yang menjadi sebuah upaya
yang optimal, bentuk pendidikan harus mengalami revolusi pula demi mewarnai
tunas yang akan menjadi pelangi bangsa. Dan dalam proses pendidikan dapat
diterapkan pendidikan berbasis nilai kemayarakatan, berharap agar tema sentral
pendidikan di negeri ini berbuah gemilang.
B. Saran
Saya
menyadari bahwa dalam penyusunan dan penelitian makalah ini masih banyak
memiliki kelemahan ataupun kekurangan. Maka dari itu Saya sebagai penyusun
makalah ini senantiasa membuka dan menerima saran atau kritiknya, agar dapat
lebih baik di masa yang akan datang.
bro minta copyannya lahh
BalasHapus