Chibi Captain America

Rabu, 11 Juni 2014

SINERGITAS ZAKAT DAN PAJAK UNTUK KESEJAHTERAAN UMAT



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Umat manusia adalah umat yang mulia, umat yang di pilih Allah untuk mengemban risalah agar mereka menjadi saksi atas segala umat.Tugas umat adalah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tantram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu, umat islam menjadi rahmat bagi sekalian alam. Salah satu sisi ajaran islam yang belum di tangani secara serius adalah penanggulangan masalah zakat dan pajak.
Zakat ialah kewajiban yang ditetapkan atau diwajibkan Allah SWT terhadap kaum muslimin yang diperuntukan bagi mereka, yang dalam qur’an disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepada-nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya. Sedangkan pajak ialah kewajiban yang di tetapkan terhadap wajib pajak, yang harus diserahkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisir sebagai tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan – tujuan lain yang ingin di capai negara.Menunaikan zakat dan pajak merupakan bukti ketundukan dan kepatuhan kepada ajara agama dan aturan negara.Walaupun antara zakat dan pajak terdapat perbedaan – perbedaan dalam beberapa hal, tetapi keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu mensejahterakan rakyat dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan,kehatan dll.
Permasalahan zakat dan pajak selalu merupakan topik menarik, Dari sudut yang sempit kegiatan keduanya sama yaitu menyerahkan sesuatu, tepatnya uang, kepada pemerintah atau badan yang di percaya untuk menangani hal itu akibatnya timbul keberatan atau paling tidak pertanyaan bahwa jika keduanya merupakan hal yang sama kenapa kita harus melaksanakan keduanya yang akan menggandakan pengeluarkan kita. Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekuensinya ketika seseorang sudah membayar pajak, meka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara bagian lain menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan pajak adalah pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas.Penyusun mencoba membahas bagaimana sinergitas zakat dan pajak untuk kesejahteraan umat.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.   Apa pengertian zakat dan pajak menurut pandangan islam ?
2.   Bagaimana sinergitas zakat dan pajak dalam pandangan islam ?
3.  Apa permasalahan zakat dan pajak serta bagaimana solusi permasalahan tersebut ?



1.3  TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian zakat dan pajak menurut pandangan islam.
2.   Mengetahui sinergitas zakat dan pajak dalam pandangan islam.
3. Mengetahui permasalahan zakat dan pajak serta solusi permasalahan tersebut.
1.4 MANFAAT
1. Untuk menambah wawasan bagi dosen dan mahasiswa.
2. Mengetahui bagaimana sinergitas zakat dan pajak untuk kesejahteraan umat.
3. Menghadirkan informasi yang dapat dijadikan tuntunan dalam pelaksanaan zakat dan pajak.

BAB II
PEMBAHASAN
3.1 HAKIKAT ZAKAT DAN PAJAK
Zakat dan pajak, meski keduanya sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta, namun keduanya mempunyai falsafah yang khusus, dan keduanya berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta kadarnya, disamping berbeda pula mengenai prinsip, tujuan dan jaminannya. Sesungguhnya umat Islam dapat melihat bahwa zakat tetap menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan hasil pemikiran keuangan dan perpajakan zaman modern, baik dari segi prinsip maupun hukum-hukumnya.Pajak ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai  dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umumdi satu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai negara.
Zakat ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Quran disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya.
Dapat dipetik beberapa titik persamaan antara zakat dan pajak:
1.      Keduanya disetorkan kepada lembaga pemerintah (dalam zakat dikenal amil zakat).
2.      Pemerintah tidak memberikan imbalan tertentu kepada si pemberi.
3.      Mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan.
Adapun segi perbedaannya:
1.      Dari segi nama dan etiketnya yang memberikan motivasi yang berbeda. Zakat: suci, tumbuh. Pajak (dharaba): upeti.
2.      Mengenai hakikat dan tujuannya Zakat juga dikaitkan dengan masalah ibadah dalam rangka pendekatan diri kepada Allah.
3.      Mengenai batas nisab dan ketentuannya. Nisab zakat sudah ditentukan oleh sang Pembuat Syariat, yang tidak bisa dikurangi atau ditambah-tambahi oleh siapapun juga. Sedangkan pada pajak bisa hal ini bisa berubah-ubah sesuai dengan polcy pemerintah.
4.      Mengenai kelestarian dan kelangsungannya, Zakat bersifat tetap dan terus menerus, sedangkan pajak bisa berubah-ubah.
5.      Mengenai pengeluarannya, Sasaran zakat telah terang dan jelas. Pajak untuk pengeluaran umum negara.
6.      Hubungannya dengan penguasa, hubungan wajib pajak sangat erat dan tergantung kepada penguasa. Wajib zakat berhubungan dengan Tuhannya. Bila penguasa tidak berperan, individu bisa mengeluarkannya sendiri-sendiri.
7.      Maksud dan tujuan, zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak.
Berdasarkan point-point di atas dapatlah dikatakan bahwa “zakat adalah ibadat dan pajak sekaligus”.Karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban berupa harta yang pengurusannya dilakukan oleh negara.Negara memintanya secara paksa, bila seseorang tidak mau membayarnya sukarela, kemudian hasilnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat.

3.2 ZAKAT DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

Apabila Islam datang sebagai agama penyudah,“zakat” telah dijadikan sebagai salah satu rukunnya yang lima. Ia merupakan suatu peningkatan kepada sistem yang telah sedia ada di bawah agama-agama sebelum itu, yaitu “Ihsan”.  Walaupun kedua sistem ini ada persamaannya dalam sifat sebagai sumbangan pihak yang berada kepada golongan yang memerlukan, namun zakat adalah hak yang  boleh dituntut oleh mereka yang berhak menerimanya, berbanding Ihsan yang  lebih bersifat sumbangan sukarela saja. Peningkatan ini banyak berasaskan kepada hakikat Islam adalah suatu agama dan cara hidup, atau diistilahkan oleh sebagian orang sebagai ad-Din.  
A.Zakat adalah Rukun Islam Ketiga
            Nabi SAW telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara. Dapatlah anda baca misalnya peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada rasulullah, “Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam Adalah mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Adalah rasulNya, mendirikan Shalat, Membayar Zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan Naik Haji bagi yang mampu melaksanakan .” (hadis Muttafaq ‘alaih).
Dalam Hadis lain Rasulullah mengatakan bahwa rukun Islam itu lima,  yang dimulai denga shahadat, kedua shalat, dan ketiga zakat. Dengan demikian zakat di dalam sunnah dan begitu juga dalam Al-Qur’an adalah dasar Islam yang ketiga, yang tanpa dasar ketiga itu bengunan Islam banngunan islam Tanpa berdiri dengan Baik.Perbedaan-perbedaan mendasar antara zakat dalam islam dengn zakat dalam Agama-agama lain.Setelah jelas bagi kita zakat itu wajib dan bagaimana kedudukannya dalam islam berdasarkan apa yang diyang katakan oleh Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, maka kita dapat memberikan catatan penting penting dan ringkas tentang zakat tersebut, yang jelas berbeda sekali dari kebajikan dan perbuatan baik, kepada orang-orang miskin dan lemah yang diserukan oleh agama-agama lain.
3.3 MACAM – MACAM ZAKAT
a.  Zakat Fitrah
Zakat fitrah juga disebut zakat jiwa yaitu setiap jiwa/orang yang beragama Islam harus memberikan harta yang berupa makanan pokok kepada orang yang berhak menerimanya, dan dikeluarkan pada bulan Ramadhan sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri pada bulan Syawal. Zakat Fitrah merupakan salah satu bagian dari zakat, dimana kewajibannya dibebankan kepada semua orang yang beragama Islam, baik yang baru lahir sampai yang sakaratul maut. Jadi siapapun baik kaya, miskin, laki-laki maupun perempuan, tua, muda maupun bayi, semuanya harus membayar zakat fitrah.
Ketentuan bagi orang yang wajib membayar zakat fitrah (Muzaki) adalah :
a.    Orang tersebut beragama Islam
b.    Orang tersebut,  ketika sebelum matahari terbit pada Hari Raya Idul Fitri masih hidup (yang baru lahir maupun dalam sakaratul maut)
c.    Orang tersebut pada waktu itu mampu menafkahi dirinya dan keluarganya
d.    Orang yang tidak berada di bawah tanggung jawab orang lain


Untuk lebih jelasnya kita perhatikan hadis dari Rasulullah berikut :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلصَّائِمِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَا كِيْنِ, فَمَنْ اَدَّاهَاقَبْلَ الصَّلاِةِفَهِيَ زَكَاةٌمَقْبُوْلَة,ٌ وَمَنْ اَدَّاهَابَعْدَ الصَّلاَةِفَهِيَ صَدَ قَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ (رواه أبوداودوابن ماجه)
Artinya :
Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat, kata-kata kotor, dan memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa mengeluarkannya sebelum shalat Idul Fitri , zakatnya diterima , dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah shalat idul fitri, hal itu merupakan salah satu dari sedekah (Hadits Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas )
Sekarang kita pelajari apakah  yang dapat kita berikan dalam zakat fitrah ini?
Berikut hadis Rasulullah mengenai hal ini :
عَنِ ابْنِ عُمَرَاَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًامِنْ تَمَرٍاَوْصَاعًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرِّ اَوْ عَبْدٍ ذَكِرٍاَوْاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه البخا رى ومسلم)
Artinya :
Dari Ibnu Umar bahwasannya, Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadlan kepada semua orang Islam, orang yang merdeka, atau hamba sahaya laki-laki atau perempuan, sebanyak 1 sha’ (3,1 liter) kurma atau gandum.(HR.Muslim:1635).
Jadi jelaslah bagi kita dari hadits Rasulullah di atas apa yang harus diberikan dari kewajiban zakat fitrah ini, yaitu gandum atau tamar ataupun makanan pokok pada suatu daerah tertentu seperti beras di Indonesia pada umumnya, jagung di Madura, sagu di Paupua dan lain-lain.
Kemudian banyaknya yang harus kita berikan perorang/jiwa sebanyak 3,1 Liter atau sekitar 2,5 Kg dan hanya diberikan dalam setahun sekali.
Melihat ketentuan yang harus diberikan adalah makanan pokok berarti pemberian lain tidak diperkenankan seperti memberikan suatu benda elektronik, baju, kendaraan bahkan uang atau yang lainnya.
b.    Zakat Maal
Zakat Maal  memang berbeda dengan zakat fitrah. Zakat fitrah hanya diberikan dalam setahun sekali yaitu sebelum salat Idul fitri dan dengan jumlah yang sama setiap jiwanya yaitu 2,5 kg atau 3,1 liter beras (makanan pokok) tetapi ketentuan zakat maal berbeda-beda jumlahnya, antara satu benda dengan benda yang lainnya.
Zakat maal yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertetu untuk memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu.


Dalam hadits Rasulullah menjelaskan sebagai berikut :
اِنَّ اللهَ فَرَضَ عَلَ اَغْنِيَاءِاْلْمُسْلِمِيْنَ فِيْ اَمْوَالِهِمْ يَقُوْ لُ الَّذِيْ يَسَعُ فُقَرَاءهُمْ وَلَمْ يَجْهَدُ الْفُقَرَاءُاِذَاجَائُوْااوْغُرُوْااِلاَّبِمَا يَصْنَعُ اَغْنِيَا ئُوْ هُمْ اِلاَّوَاِنَّ اللهَ يُحَا سِبُهُمُ حِسَا بًا شَدِيْدًاوِيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًااَلِيْمًا
 (رواه الطبراني)
Artinya :
Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin  sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin di antara mereka. Fakir miskin itu tiadalah menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali perbuatan golongan orang kaya. Ingatkan Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih ( Hadis Riwayat at-Tabrani ).
Sekarang  perhatikan firman Allah swt. berikut, yang termuat dalam al-Quran surat at-Taubah/9 : ayat 103.

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ هُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا ...(التوبة: ١٠٣)
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian  harta mereka, untuk membersihkan dan mensucikan mereka ( Q.S at.Taubah/9 : Ayat 103 )

     Allah hanya mewajibkan kepada kaum muslim yang kaya saja untuk melaksanakan zakat maal itu, hal ini menunjukkan bahwa ketentuan agama Islam tidak memberatkan bagi umat Islam yang kurang mampu.
Adapun  tujuan daripada zakat maal adalah untuk membersihkan dan mensucikan harta benda mereka dari hak-hak kaum miskin diantara umat Islam.
Allah berfirman dalam surah az-Zariyat/51 : ayat 19 :
وَفِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ (الذاريت: ١٩)
Artinya :
Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.

3.4 ORANG YANG BERHAK DAN TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT
Perintah membayar zakat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Bagi muslim yang tidak mampu mencukupi biaya hidup, mereka tidak wajib membayar zakat, sebaliknya, mereka malah harus diberikan zakat.
A.    8 Golongan Orang Islam yang Berhak Menerima Zakat:
 1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
3. Riqab (hamba sahaya atau budak)
4. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
5. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
6. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)
7. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
8. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
 Kelompok fakir dan miskin merupakan warga muslim yang harus diutamakan dalam penerimaan zakat. Penyaluran dana zakat kepada fakir miskin macamnya ada dua, yaitu untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk memberikan kemampuan berwirausaha.
 Golongan fisabilillah adalah seseorang atau sebuah lembaga yang memiliki kegiatan utama berjuang di jalan Allah dalam rangka menegakkan agama Islam.Para fisabilillah penerima zakat saat ini dapat berupa organisasi penyiaran dakwah Islam di kota-kota besar, proyek pembangunan masjid, maupun syiar Islam di daerah terpencil.
            Mualaf juga termasuk orang yang berhak menerima zakat untuk mendukung penguatan iman dan takwa mereka dalam memeluk agama Islam. Zakat yang diberikan kepada mualaf memiliki peran sosial sebagai alat mempererat persaudaraan sesama muslim. Sementara itu, amil zakat adalah kelompok terakhir yang berhak menerima zakat apabila 7 kelompok lainnya sudah mendapatkan zakat.

B.     Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat

1.      Keluarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam (Ahlul Bait)
Mereka tidak boleh makan harta zakat sedikitpun berdasarkan pernyataan tegas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ
“Sesungguhnya zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, zakat adalah kotoran manusia.” (HR. Muslim 1072, An-Nasai 2609, dan yang lainnya).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَةَ، إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ، وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ، لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Zakat adalah kotoran harta manusia, tidak halal bagi Muhammad, tidak pula untuk keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud 2985).

2.      Orang Kaya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ، وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ
“Tidak ada hak zakat untuk orang kaya, maupun orang yang masih kuat bekerja..” (HR. Nasa’i 2598, Abu Daud 1633, dan dishahihkan Al-Albani).



ð  Orang Kaya yang Dapat Zakat
Mereka adalah orang kaya yang masuk dalam daftar 8 golongan penerima zakat: Amil, muallaf, orang yang berperang, orang yang terlilit utang karena mendamaikan dua orang yang sengketa, dan Ibnu Sabil yang memiliki harta di kampungnya.
3.      Orang Kafir
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, beliau meminta agar Muadz mengajarkan tauhid, kemudian shalat, kemudian baru zakat. Beliau bersabda,
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Ajarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat harta mereka.Diambilkan dari orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang miskin mereka.”(HR. Bukhari 1395 & Muslim 19).
Yang dimaksud ‘mereka’ pada hadis di atas adalah masyarakat Yaman yang telah masuh islam.
Ibnul Mundzir menukil adanya kesepakatan ulama bahwa orang kafir tidak boleh menerima zakat. Beliau menegaskan,
وأجمعوا على أن لا صدقة على أهل الذمة في شيء من أموالهم ما داموا مقيمين
“Para ulama sepakat bahwa orang kafir dzimmi tidak berhak mendapatkan zakat sedikitpun dari harta kaum muslimin, selama mereka mukim.”(Al-Ijma’, hlm. 49).
ð  Meninggalkan Shalat Termasuk Kafir
Termasuk orang kafir adalah orang yang asalnya muslim, kemudian dia melakukan pembatal islam. Seperti meninggalkan shalat atau melakukan praktek perdukunan, ilmu kebal, atau penyembah kuburan.Mereka tidak berhak mendapatkan zakat, meskipun dia orang miskin.
Dikecualikan dari aturan ini adalah orang kafir muallaf. Orang kafir yang tertarik masuk islam, dan diharapkan bisa masuk islam setelah menerima zakat. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23/325).

4.      Setiap Orang yang Wajib Dinafkahi Oleh Muzakki (Wajib Zakat)
Termasuk aturan baku terkait penerima zakat, zakat tidak boleh diberikan kepada orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki (wajib zakat). Seperti istri, anak dan seterusnya ke bawah atau orang tua dan seterusnya ke atas.(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23/326).
Zakat kepada anak atau orang tua yang tidak mampu, atau kepada orang yang wajib dia nafkahi, akan menggugurkan kebutuhan nafkah mereka. Sehingga ada sebagian manfaat zakat yang kembali kepada Muzakki.



3.5 FUNGSI DAN UNDANG - UNDANG PAJAK
1. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
A.    Fungsi Anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.


B.     Fungsi Mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
C.     Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
D.    Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.


2.      Undang-Undang Perpajakan Negara
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  1. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai

3.6 SINERGITAS ZAKAT DAN PAJAK UNTUK KESEJAHTERAAN UMAT
Walaupun antara zakat dan pajak terdapat perbedaan-perbedan dalam beberapa hal, tetapi keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu menyejahterakan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Menunaikan zakat dan pajak merupakan bukti ketundukan dan kepatuhan pada ajaran agama dan aturan negara, yang tidak semestinya diperdebatkan antara satu dengan lainnya. Apalagi dari aspek pengelolaannya, keduanya harus dikelola secara amanah, transparan,  penuh tanggungjawab dan profesional. Tidak boleh ada penyelewengan dan pengkhianatan di dalam mengelolanya, baik dari amil zakat maupun para petugas pajak.
Baik zakat maupun pajak harus dikelola oleh institusi yang punya kewenangan dan yang mendapatkan tugas dari negara/pemerintah/masyarakat.Dalam pengelolaan zakat misalnya, secara eksplisit di dalam al Quran dan hadits dikemukakan tentang keharusan zakat dikelola oleh amil zakat, sebagaimana firman Allah dalam QS.At Taubah ayat 60 dan 103.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” At-Taubah: 60.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. At-Taubah [09]:103)
Yang perlu dilakukan saat ini adalah bagaimana mensinergikan keduanya sehingga saling mendukung, saling memperkuat dan akhirnya mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Banyak anggapan bahwasanya zakat disebut sebagai pengurang pajak, karena dalam pembahasan amandemen UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, masalah ini dianggap yang paling krusial. Perdebatan mengenai hal ini mengarah pada dua arus utama perbedaan pendapat.Pertama, ada kelompok yang berpandangan bahwa kebijakan zakat sebagai penghasilan bruto wajib pajak (tax deductible), sebagaimana yang dianut selama ini, merupakan pilihan yang paling tepat.Kedua, ada yang berpandangan bahwa kebijakan zakat sebagai pengurang pajak secara langsung (tax credit) merupakan langkah strategis dalam upaya menggali potensi zakat, sekaligus mengintegrasikannya secara lebih mendalam dalam perekonomian nasional.
3.7 PERMASALAHAN ZAKAT DAN PAJAK
A. Apakah Pajak Diwajibkan Di Samping Zakat?
Apabila Islam telah mewajibkan zakat sebagai hak yang dimaklumi atas harta kaum Muslimin dan menjadikannya sebagai pajak yang dikelola oleh pemerintah Islam, maka bolehkah pemerintah Islam mewajibkan kepada orang kaya pajak-pajak lain disamping zakat untuk melaksanakan kepentingan ummat dan menutupi pembiayaan umum negara?Jawabnya boleh tapi dengan syarat.
Dalil-dalil yang memperbolehkan adanya kewajiban pajak disamping zakat
1.      Karena jaminan/solidaritas sosial merupakan suatu kewajiban. Hal ini sudah kita kupas pada bagian yang membahas adanya kewajiban lain di luar zakat.
2.      Sasaran zakat itu terbatas sedangkan pembiayaan negara itu banyak sekali. Zakat harus digunakan pada sasaran yang ditentukan oleh syariah dan menempati fungsinya yang utama dalam menegakkan solidaritas sosial. Zakat tidak digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan dan lain-lain. Bila pemerintahan Islam dulu memperoleh pemasukan dari Kharaj (rampasan perang) untuk membiayai keperluan-keperluan tersebut, maka untuk saat ini Yusuf Al Qardhawi menyokong pendapat para ulama yang berpendapat bahwa pemerintah dapat memungut kewajiban pajak dari orang-orang kaya.
3.      Adanya kaidah-kaidah umum hukum syara’ yang memperbolehkan. Misalnya kaidah “Maslahih Mursalah” (atas dasar kepentingan). Kas yang kosong akan sangat membahayakan kelangsungan negara, baik adanya ancaman dari luar maupun dari dalam. Rakyat pun akan memilih kehilangan harta yang sedikit karena pajak dibandingkan kehilangan harta keseluruhan karena negara jatuh ke tangan musuh.
4.      Adanya perintah Jihad dengan harta. Islam telah mewajibkan ummatnya untuk berjihad dengan harta dan jiwa sebagaimana difirmankan dalam Al Quran 9:41, 49:51, 61:11, dan lain-lain. Maka tidak diragukan lagi bahwa jihad dengan harta itu adalah kewajiban lain di luar zakat. Di antara hak pemerintah (ulilamri) dari kaum Muslimin adalah menentukan bagian tiap orang yang sanggup memikul beban jihad dengan harta ini.
5.      Kerugian yang dibalas dengan keuntungan. Sesungguhnya kekayaan yang diperoleh dengan pajak akan digunakan untuk segala keperluan umum yang manfaatnya kembali kepada masyarakat seperti; pertahanan dan keamanan, hukum, pendidikan, kesehatan, pengangkutan, dan lain-lain.
Syarat-syarat diperbolehkannya pajak di luar zakat
Pajak yang diakui dalam sejarah Islam dan dibenarkan sistemnya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Harta itu benar-benar dibutuhkan dan tak ada sumber lain. Tidak diperbolehkan memungut sesuatu dari rakyat selagi dalam baitul-mal masih terdapat kekayaan.
2.      Adanya pembagian pajak yang adil. Pengertian adil tidak harus sama rata bebannya.
3.      Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan ummat bukan untuk maksiat dan hawa nafsu. Pajak bukan upeti untuk para raja dalam rangka memuaskan hawa nafsu, kepentingan pribadi dan keluarga mereka, atau kesenangan para pengikut mereka, tetapi harus dikembalikan untuk kepentingan masyarakat luas.
4.      Adanya persetujuan para ahli dan cendikia. Pemerintah tidak bertindak sendirian dalam hal mewajibkan pajak, menentukan besarnya serta memungutnya tanpa adanya persetujuan dari hasil musyawarah para ahli atau cendikia dari kalangan masyarakat (dewan perwakilan rakyat).
Terdapat beberapa pendapat yang mencoba mengawinkan antara zakat dan pajak, dan memungkinkan adanya substitusi antara pajak dan zakat.Sehingga bagi kita yang telah rajin membayar pajak tidak perlu lagi membayar zakat, benarkah?Hal ini diulas panjang lebar oleh Yusuf Al Qardhawi di bagian akhir buku beliau.
B.     Apakah Cukup Membayar Pajak Saja Tanpa Membayar Zakat
Itu adalah suatu pertanyaan yang sering muncul diantara kita.Yang saat ini merasakan terbebani dua kewajiban sekaligus.
Namun setelah mengkaji beberapa perbedaan antara pajak dan zakat maka dapat dimengerti bahwa zakat tidak dapat digantikan oleh pajak, walaupun sasaran zakat dapat dipenuhi sepenuhnya oleh pengeluaran dari pajak.
Zakat berkaitan dengan ibadah yang diwarnai dengan kemurnian niat karena Allah. Ini adalah tali penghubung seorang hamba dengan khaliqnya yang tidak bisa digantikan dengan mekanisme lain apapun. Zakat adalah mekanisme yang unik Islami, sejak dari niat menyerahkan, mengumpulkan dan mendistribusikannya.Maka apapun yang diambil negara dalam konteks bukan zakat tidak bisa diniatkan oleh seorang Muslim sebagai zakat hartanya.
Demikian pula setiap pribadi Muslim wajib melaksanakannya walaupun dalam kondisi pemerintah tidak memerlukannya atau tidak mewajibkannya lagi.
Adalah suatu hal yang sangat berbahaya, bila kita diperbolehkan untuk mengganti zakat dengan pungutan-pungutan lainnya, niscaya hukum wajib zakat akan hilang dan sedikit demi sedikit akan sirna dari kehidupan setiap orang, seperti hal telah lenyapnya zakat dari undang-undang pemerintahan saat ini.
Sesungguhnya zakat tidak dapat dicukupi oleh pajak. Inilah pendapat yang akan menyelamatkan agama seorang Muslim, yang akan melestarikan kewajiban tersebut dan mengekalkan hubungan antara kaum Muslimin melalui zakat, sehingga zakat tidak dapt diganti dengan nama pajak dan tak dapat dihilangkan begitu saja.
Benar orang Islam itu dibebani kesulitan dalam menanggung beban harta yang sebagian ini tidak dapat dipikulnya. Akan tetapi ini adalah kewajiban iman dan tuntutan Islam, khususnya dalam masa-masa cobaan (fitnah) yang membuat bimbang orang-orang penyantun dan orang yang memegang agama seperti orang yang menggenggam bara api.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar