BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umat manusia adalah umat yang mulia, umat yang di
pilih Allah untuk mengemban risalah agar mereka menjadi saksi atas segala
umat.Tugas umat adalah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tantram dan
sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu, umat islam menjadi rahmat bagi
sekalian alam. Salah satu sisi ajaran islam yang belum di tangani secara serius
adalah penanggulangan masalah zakat dan pajak.
Zakat ialah kewajiban yang ditetapkan atau
diwajibkan Allah SWT terhadap kaum muslimin yang diperuntukan bagi mereka, yang
dalam qur’an disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda
syukur atas nikmat Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepada-nya, serta untuk
membersihkan diri dan hartanya. Sedangkan pajak ialah kewajiban yang di
tetapkan terhadap wajib pajak, yang harus diserahkan kepada negara sesuai
dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya
untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisir
sebagai tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan – tujuan lain yang ingin di
capai negara.Menunaikan zakat dan pajak merupakan bukti ketundukan dan
kepatuhan kepada ajara agama dan aturan negara.Walaupun antara zakat dan pajak
terdapat perbedaan – perbedaan dalam beberapa hal, tetapi keduanya memiliki
tujuan akhir yang sama, yaitu mensejahterakan rakyat dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan,kehatan dll.
Permasalahan zakat dan pajak selalu merupakan topik
menarik, Dari sudut yang sempit kegiatan keduanya sama yaitu menyerahkan
sesuatu, tepatnya uang, kepada pemerintah atau badan yang di percaya untuk
menangani hal itu akibatnya timbul keberatan atau paling tidak pertanyaan bahwa
jika keduanya merupakan hal yang sama kenapa kita harus melaksanakan keduanya
yang akan menggandakan pengeluarkan kita. Banyak orang berusaha menyamakan
antara zakat dan pajak, sehingga konsekuensinya ketika seseorang sudah membayar
pajak, meka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara bagian lain menolak bahwa
zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan
pajak adalah pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas.Penyusun
mencoba membahas bagaimana sinergitas zakat dan pajak untuk kesejahteraan umat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian zakat dan pajak menurut
pandangan islam ?
2. Bagaimana sinergitas zakat dan pajak dalam
pandangan islam ?
3. Apa permasalahan zakat dan pajak serta
bagaimana solusi permasalahan tersebut ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian zakat dan pajak
menurut pandangan islam.
2. Mengetahui sinergitas zakat dan pajak dalam
pandangan islam.
3.
Mengetahui permasalahan zakat dan pajak serta solusi permasalahan tersebut.
1.4
MANFAAT
1. Untuk
menambah wawasan bagi dosen dan mahasiswa.
2. Mengetahui
bagaimana sinergitas zakat dan pajak untuk kesejahteraan umat.
3. Menghadirkan
informasi yang dapat dijadikan tuntunan dalam pelaksanaan zakat dan pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 HAKIKAT ZAKAT DAN PAJAK
Zakat
dan pajak, meski keduanya sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta,
namun keduanya mempunyai falsafah yang khusus, dan keduanya berbeda sifat dan
asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta kadarnya, disamping berbeda
pula mengenai prinsip, tujuan dan jaminannya. Sesungguhnya umat Islam dapat
melihat bahwa zakat tetap menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan
hasil pemikiran keuangan dan perpajakan zaman modern, baik dari segi prinsip
maupun hukum-hukumnya.Pajak ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib
pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa
mendapat prestasi kembali dari negara dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umumdi satu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik
dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai negara.
Zakat
ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap kaum
Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Quran disebut kalangan
fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta untuk
membersihkan diri dan hartanya.
Dapat dipetik beberapa
titik persamaan antara zakat dan pajak:
1. Keduanya disetorkan kepada lembaga pemerintah
(dalam zakat dikenal amil zakat).
2. Pemerintah tidak memberikan imbalan tertentu
kepada si pemberi.
3. Mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan
politik disamping tujuan keuangan.
Adapun segi perbedaannya:
1. Dari segi nama dan etiketnya yang memberikan
motivasi yang berbeda. Zakat: suci, tumbuh. Pajak (dharaba): upeti.
2. Mengenai hakikat dan tujuannya Zakat juga
dikaitkan dengan masalah ibadah dalam rangka pendekatan diri kepada Allah.
3. Mengenai batas nisab dan ketentuannya. Nisab
zakat sudah ditentukan oleh sang Pembuat Syariat, yang tidak bisa dikurangi
atau ditambah-tambahi oleh siapapun juga. Sedangkan pada pajak bisa hal ini
bisa berubah-ubah sesuai dengan polcy pemerintah.
4. Mengenai kelestarian dan kelangsungannya,
Zakat bersifat tetap dan terus menerus, sedangkan pajak bisa berubah-ubah.
5. Mengenai pengeluarannya, Sasaran zakat telah
terang dan jelas. Pajak untuk pengeluaran umum negara.
6. Hubungannya dengan penguasa, hubungan wajib
pajak sangat erat dan tergantung kepada penguasa. Wajib zakat berhubungan
dengan Tuhannya. Bila penguasa tidak berperan, individu bisa mengeluarkannya sendiri-sendiri.
7. Maksud dan tujuan, zakat memiliki tujuan
spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak.
Berdasarkan
point-point di atas dapatlah dikatakan bahwa “zakat adalah ibadat dan pajak
sekaligus”.Karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban berupa harta yang
pengurusannya dilakukan oleh negara.Negara memintanya secara paksa, bila
seseorang tidak mau membayarnya sukarela, kemudian hasilnya digunakan untuk
membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat.
3.2 ZAKAT DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM
Apabila Islam datang sebagai agama penyudah,“zakat” telah dijadikan sebagai salah
satu rukunnya yang lima. Ia merupakan suatu peningkatan kepada sistem yang
telah sedia ada di bawah agama-agama sebelum itu, yaitu “Ihsan”. Walaupun kedua sistem ini ada persamaannya
dalam sifat sebagai sumbangan pihak yang berada kepada golongan yang
memerlukan, namun zakat adalah hak yang boleh
dituntut oleh mereka yang berhak menerimanya, berbanding Ihsan yang lebih bersifat sumbangan sukarela
saja. Peningkatan ini banyak berasaskan kepada hakikat Islam adalah suatu agama
dan cara hidup, atau diistilahkan oleh sebagian orang sebagai ad-Din.
A.Zakat adalah Rukun Islam Ketiga
Nabi SAW telah menegaskan di Madinah bahwa
zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa
zakat adalah salah satu rukun islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan
diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara.
Dapatlah anda baca misalnya peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum
muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada
rasulullah, “Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam Adalah mengikrarkan bahwa
tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Adalah rasulNya, mendirikan Shalat,
Membayar Zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan Naik Haji bagi yang mampu
melaksanakan .” (hadis Muttafaq ‘alaih).
Dalam Hadis lain Rasulullah mengatakan bahwa rukun Islam
itu lima, yang dimulai
denga shahadat, kedua shalat, dan ketiga zakat. Dengan demikian zakat di dalam
sunnah dan begitu juga dalam Al-Qur’an adalah dasar Islam yang ketiga, yang
tanpa dasar ketiga itu bengunan Islam banngunan islam Tanpa berdiri dengan
Baik.Perbedaan-perbedaan mendasar antara zakat dalam islam dengn zakat dalam
Agama-agama lain.Setelah jelas bagi kita zakat itu wajib dan bagaimana
kedudukannya dalam islam berdasarkan apa yang diyang katakan oleh Al-Qur’an,
sunnah, dan ijma’, maka kita dapat memberikan catatan penting penting dan
ringkas tentang zakat tersebut, yang jelas berbeda sekali dari kebajikan dan
perbuatan baik, kepada orang-orang miskin dan lemah yang diserukan oleh
agama-agama lain.
3.3 MACAM – MACAM ZAKAT
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah juga disebut zakat jiwa yaitu setiap
jiwa/orang yang beragama Islam harus memberikan harta yang berupa makanan pokok
kepada orang yang berhak menerimanya, dan dikeluarkan pada bulan Ramadhan
sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri pada bulan Syawal. Zakat Fitrah merupakan
salah satu bagian dari zakat, dimana kewajibannya dibebankan kepada semua orang
yang beragama Islam, baik yang baru lahir sampai yang sakaratul maut. Jadi
siapapun baik kaya, miskin, laki-laki maupun perempuan, tua, muda maupun bayi,
semuanya harus membayar zakat fitrah.
Ketentuan
bagi orang yang wajib membayar zakat fitrah (Muzaki) adalah :
a. Orang tersebut beragama Islam
b. Orang tersebut, ketika
sebelum matahari terbit pada Hari Raya Idul Fitri masih hidup (yang baru lahir
maupun dalam sakaratul maut)
c. Orang tersebut pada waktu itu
mampu menafkahi dirinya dan keluarganya
d. Orang yang tidak berada di
bawah tanggung jawab orang lain
Untuk
lebih jelasnya kita perhatikan hadis dari Rasulullah berikut :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلصَّائِمِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَا كِيْنِ, فَمَنْ اَدَّاهَاقَبْلَ الصَّلاِةِفَهِيَ
زَكَاةٌمَقْبُوْلَة,ٌ وَمَنْ اَدَّاهَابَعْدَ
الصَّلاَةِفَهِيَ صَدَ قَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ (رواه أبوداودوابن ماجه)
Artinya :
Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah untuk
membersihkan orang yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat, kata-kata
kotor, dan memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa mengeluarkannya
sebelum shalat Idul Fitri , zakatnya diterima , dan barang siapa yang
mengeluarkannya setelah shalat idul fitri, hal itu merupakan salah satu dari
sedekah (Hadits Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas )
Sekarang
kita pelajari apakah yang dapat kita berikan dalam zakat fitrah ini?
Berikut
hadis Rasulullah mengenai hal ini :
عَنِ ابْنِ عُمَرَاَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى
النَّاسِ صَا عًامِنْ تَمَرٍاَوْصَاعًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرِّ اَوْ
عَبْدٍ ذَكِرٍاَوْاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه البخا رى ومسلم)
Artinya :
Dari Ibnu Umar bahwasannya, Rasulullah saw. mewajibkan
zakat fitrah pada bulan Ramadlan kepada semua orang Islam, orang yang merdeka,
atau hamba sahaya laki-laki atau perempuan, sebanyak 1 sha’ (3,1 liter) kurma atau
gandum.(HR.Muslim:1635).
Jadi
jelaslah bagi kita dari hadits Rasulullah di atas apa yang harus diberikan dari
kewajiban zakat fitrah ini, yaitu gandum atau tamar ataupun makanan pokok pada
suatu daerah tertentu seperti beras di Indonesia pada umumnya, jagung di
Madura, sagu di Paupua dan lain-lain.
Kemudian banyaknya yang harus kita berikan perorang/jiwa
sebanyak 3,1 Liter atau sekitar 2,5 Kg dan hanya diberikan dalam setahun
sekali.
Melihat ketentuan yang harus diberikan adalah makanan
pokok berarti pemberian lain tidak diperkenankan seperti memberikan suatu benda
elektronik, baju, kendaraan bahkan uang atau yang lainnya.
b. Zakat
Maal
Zakat Maal memang berbeda dengan zakat fitrah.
Zakat fitrah hanya diberikan dalam setahun
sekali yaitu sebelum salat Idul fitri dan dengan jumlah yang sama setiap
jiwanya yaitu 2,5 kg atau 3,1 liter beras (makanan pokok) tetapi ketentuan
zakat maal berbeda-beda jumlahnya, antara satu benda dengan benda yang lainnya.
Zakat maal yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta
benda tertetu untuk memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran
banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam
hadits Rasulullah menjelaskan sebagai berikut :
اِنَّ اللهَ فَرَضَ عَلَ
اَغْنِيَاءِاْلْمُسْلِمِيْنَ فِيْ اَمْوَالِهِمْ يَقُوْ لُ الَّذِيْ يَسَعُ
فُقَرَاءهُمْ وَلَمْ يَجْهَدُ الْفُقَرَاءُاِذَاجَائُوْااوْغُرُوْااِلاَّبِمَا
يَصْنَعُ اَغْنِيَا ئُوْ هُمْ اِلاَّوَاِنَّ اللهَ يُحَا سِبُهُمُ حِسَا بًا
شَدِيْدًاوِيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًااَلِيْمًا
(رواه
الطبراني)
Artinya :
Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat pada harta
orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi
orang-orang miskin di antara mereka. Fakir miskin itu tiadalah menderita
menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali perbuatan golongan orang
kaya. Ingatkan Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan menyiksa
mereka dengan pedih ( Hadis Riwayat at-Tabrani ).
Sekarang
perhatikan firman Allah swt. berikut, yang termuat dalam al-Quran surat
at-Taubah/9 : ayat 103.
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ
هُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا ...(التوبة: ١٠٣)
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, untuk
membersihkan dan mensucikan mereka ( Q.S at.Taubah/9 : Ayat 103 )
Allah hanya mewajibkan kepada kaum muslim yang kaya saja
untuk melaksanakan zakat maal itu, hal ini menunjukkan bahwa ketentuan agama
Islam tidak memberatkan bagi umat Islam yang kurang mampu.
Adapun tujuan daripada zakat maal adalah untuk
membersihkan dan mensucikan harta benda mereka dari hak-hak kaum miskin
diantara umat Islam.
Allah
berfirman dalam surah az-Zariyat/51 : ayat 19 :
وَفِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ (الذاريت: ١٩)
Artinya :
Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin
yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.
3.4 ORANG YANG BERHAK DAN TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT
Perintah membayar zakat diwajibkan kepada
setiap umat Islam yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara
layak. Bagi muslim yang tidak mampu mencukupi biaya hidup, mereka tidak wajib
membayar zakat, sebaliknya, mereka malah harus diberikan zakat.
A.
8 Golongan Orang Islam yang Berhak Menerima Zakat:
1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
2.
Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
3.
Riqab (hamba sahaya atau budak)
4.
Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
5.
Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
6.
Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)
7.
Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
8.
Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
Kelompok fakir dan miskin merupakan
warga muslim yang harus diutamakan dalam penerimaan zakat. Penyaluran dana
zakat kepada fakir miskin macamnya ada dua, yaitu untuk tujuan pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk memberikan kemampuan berwirausaha.
Golongan fisabilillah adalah seseorang
atau sebuah lembaga yang memiliki kegiatan utama berjuang di jalan Allah dalam
rangka menegakkan agama Islam.Para fisabilillah penerima zakat saat ini dapat
berupa organisasi penyiaran dakwah Islam di kota-kota besar, proyek pembangunan
masjid, maupun syiar Islam di daerah terpencil.
Mualaf juga termasuk orang
yang berhak menerima zakat untuk mendukung penguatan iman dan takwa mereka
dalam memeluk agama Islam. Zakat yang diberikan kepada mualaf memiliki peran sosial
sebagai alat mempererat persaudaraan sesama muslim. Sementara itu, amil zakat
adalah kelompok terakhir yang berhak menerima zakat apabila 7 kelompok lainnya
sudah mendapatkan zakat.
B. Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat
1. Keluarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam (Ahlul Bait)
Mereka tidak boleh makan harta zakat sedikitpun
berdasarkan pernyataan tegas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ
مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ
“Sesungguhnya zakat tidak boleh
diberikan kepada keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, zakat adalah
kotoran manusia.” (HR. Muslim 1072, An-Nasai
2609, dan yang lainnya).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَةَ، إِنَّمَا
هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ، وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ، لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Zakat adalah kotoran harta
manusia, tidak halal bagi Muhammad, tidak pula untuk keluarga Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud 2985).
2. Orang Kaya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ، وَلَا
لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ
“Tidak ada hak zakat untuk
orang kaya, maupun orang yang masih kuat bekerja..” (HR. Nasa’i 2598, Abu Daud 1633, dan dishahihkan Al-Albani).
ð Orang Kaya yang Dapat Zakat
Mereka adalah orang kaya yang masuk dalam daftar 8 golongan penerima
zakat: Amil, muallaf, orang yang berperang, orang yang terlilit utang karena
mendamaikan dua orang yang sengketa, dan Ibnu Sabil yang memiliki harta di
kampungnya.
3. Orang Kafir
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman,
beliau meminta agar Muadz mengajarkan tauhid, kemudian shalat, kemudian baru
zakat. Beliau bersabda,
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ
عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Ajarkan kepada mereka bahwa
Allah mewajibkan kepada mereka zakat harta mereka.Diambilkan dari orang kaya
mereka dan dikembalikan kepada orang miskin mereka.”(HR. Bukhari 1395 &
Muslim 19).
Yang dimaksud ‘mereka’ pada hadis di atas adalah masyarakat Yaman yang
telah masuh islam.
Ibnul Mundzir menukil adanya kesepakatan ulama bahwa orang kafir tidak
boleh menerima zakat. Beliau menegaskan,
وأجمعوا على أن لا صدقة على أهل الذمة
في شيء من أموالهم ما داموا مقيمين
“Para ulama sepakat bahwa
orang kafir dzimmi tidak berhak mendapatkan zakat sedikitpun dari harta kaum
muslimin, selama mereka mukim.”(Al-Ijma’, hlm. 49).
ð Meninggalkan Shalat Termasuk
Kafir
Termasuk orang kafir adalah orang yang asalnya muslim, kemudian dia
melakukan pembatal islam. Seperti meninggalkan shalat atau melakukan praktek
perdukunan, ilmu kebal, atau penyembah kuburan.Mereka tidak berhak mendapatkan
zakat, meskipun dia orang miskin.
Dikecualikan dari aturan ini adalah orang
kafir muallaf. Orang kafir yang tertarik masuk islam, dan diharapkan bisa masuk
islam setelah menerima zakat. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23/325).
4. Setiap Orang yang Wajib Dinafkahi Oleh Muzakki (Wajib Zakat)
Termasuk aturan baku terkait penerima zakat, zakat tidak boleh diberikan
kepada orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki (wajib zakat). Seperti istri,
anak dan seterusnya ke bawah atau orang tua dan seterusnya ke atas.(Al-Mausu’ah
Al-Fiqhiyah, 23/326).
Zakat kepada anak atau orang tua yang tidak
mampu, atau kepada orang yang wajib dia nafkahi, akan menggugurkan kebutuhan
nafkah mereka. Sehingga ada sebagian manfaat zakat yang kembali kepada Muzakki.
3.5 FUNGSI
DAN UNDANG - UNDANG PAJAK
1. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di
atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
A. Fungsi Anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara.Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.Dewasa ini
pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain
sebagainya.Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin.Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
B. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.Dengan fungsi mengatur,
pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
C. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara
lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
D. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan
untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
2. Undang-Undang Perpajakan Negara
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
- Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
3.6 SINERGITAS ZAKAT DAN PAJAK UNTUK KESEJAHTERAAN
UMAT
Walaupun antara zakat dan pajak terdapat
perbedaan-perbedan dalam beberapa hal, tetapi keduanya memiliki tujuan akhir
yang sama, yaitu menyejahterakan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan,
seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Menunaikan
zakat dan pajak merupakan bukti ketundukan dan kepatuhan pada ajaran agama dan
aturan negara, yang tidak semestinya diperdebatkan antara satu dengan lainnya.
Apalagi dari aspek pengelolaannya, keduanya harus dikelola secara amanah,
transparan, penuh tanggungjawab dan profesional. Tidak boleh ada
penyelewengan dan pengkhianatan di dalam mengelolanya, baik dari amil zakat
maupun para petugas pajak.
Baik
zakat maupun pajak harus dikelola oleh institusi yang punya kewenangan dan yang
mendapatkan tugas dari negara/pemerintah/masyarakat.Dalam pengelolaan zakat
misalnya, secara eksplisit di dalam al Quran dan hadits dikemukakan tentang
keharusan zakat dikelola oleh amil zakat, sebagaimana firman Allah dalam QS.At
Taubah ayat 60 dan 103.
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” At-Taubah:
60.
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS.
At-Taubah [09]:103)
Yang
perlu dilakukan saat ini adalah bagaimana mensinergikan keduanya sehingga
saling mendukung, saling memperkuat dan akhirnya mempercepat upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara luas.
Banyak
anggapan bahwasanya zakat disebut sebagai pengurang pajak, karena dalam
pembahasan amandemen UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, masalah ini
dianggap yang paling krusial. Perdebatan mengenai hal ini mengarah pada dua
arus utama perbedaan pendapat.Pertama, ada kelompok yang berpandangan bahwa
kebijakan zakat sebagai penghasilan bruto wajib pajak (tax deductible),
sebagaimana yang dianut selama ini, merupakan pilihan yang paling tepat.Kedua,
ada yang berpandangan bahwa kebijakan zakat sebagai pengurang pajak secara
langsung (tax credit) merupakan langkah strategis dalam upaya menggali
potensi zakat, sekaligus mengintegrasikannya secara lebih mendalam dalam
perekonomian nasional.
3.7 PERMASALAHAN ZAKAT DAN PAJAK
A. Apakah
Pajak Diwajibkan Di Samping Zakat?
Apabila Islam telah mewajibkan zakat
sebagai hak yang dimaklumi atas harta kaum Muslimin dan menjadikannya sebagai
pajak yang dikelola oleh pemerintah Islam, maka bolehkah pemerintah Islam
mewajibkan kepada orang kaya pajak-pajak lain disamping zakat untuk
melaksanakan kepentingan ummat dan menutupi pembiayaan umum negara?Jawabnya
boleh tapi dengan syarat.
Dalil-dalil yang memperbolehkan adanya kewajiban pajak
disamping zakat
1.
Karena jaminan/solidaritas sosial
merupakan suatu kewajiban. Hal ini sudah kita kupas pada bagian yang membahas
adanya kewajiban lain di luar zakat.
2.
Sasaran zakat itu terbatas sedangkan
pembiayaan negara itu banyak sekali. Zakat harus digunakan pada sasaran yang
ditentukan oleh syariah dan menempati fungsinya yang utama dalam menegakkan
solidaritas sosial. Zakat tidak digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan dan
lain-lain. Bila pemerintahan Islam dulu memperoleh pemasukan dari Kharaj
(rampasan perang) untuk membiayai keperluan-keperluan tersebut, maka untuk saat
ini Yusuf Al Qardhawi menyokong pendapat para ulama yang berpendapat bahwa
pemerintah dapat memungut kewajiban pajak dari orang-orang kaya.
3.
Adanya kaidah-kaidah umum hukum
syara’ yang memperbolehkan. Misalnya kaidah “Maslahih Mursalah” (atas
dasar kepentingan). Kas yang kosong akan sangat membahayakan kelangsungan
negara, baik adanya ancaman dari luar maupun dari dalam. Rakyat pun akan
memilih kehilangan harta yang sedikit karena pajak dibandingkan kehilangan
harta keseluruhan karena negara jatuh ke tangan musuh.
4.
Adanya perintah Jihad dengan harta.
Islam telah mewajibkan ummatnya untuk berjihad dengan harta dan jiwa
sebagaimana difirmankan dalam Al Quran 9:41, 49:51, 61:11, dan lain-lain. Maka
tidak diragukan lagi bahwa jihad dengan harta itu adalah kewajiban lain di luar
zakat. Di antara hak pemerintah (ulilamri) dari kaum Muslimin adalah menentukan
bagian tiap orang yang sanggup memikul beban jihad dengan harta ini.
5.
Kerugian yang dibalas dengan
keuntungan. Sesungguhnya kekayaan yang diperoleh dengan pajak akan digunakan
untuk segala keperluan umum yang manfaatnya kembali kepada masyarakat seperti;
pertahanan dan keamanan, hukum, pendidikan, kesehatan, pengangkutan, dan
lain-lain.
Syarat-syarat diperbolehkannya pajak di luar zakat
Pajak yang diakui dalam sejarah Islam dan dibenarkan
sistemnya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Harta itu benar-benar dibutuhkan dan
tak ada sumber lain. Tidak diperbolehkan memungut sesuatu dari rakyat selagi
dalam baitul-mal masih terdapat kekayaan.
2.
Adanya pembagian pajak yang adil.
Pengertian adil tidak harus sama rata bebannya.
3.
Pajak hendaknya dipergunakan untuk
membiayai kepentingan ummat bukan untuk maksiat dan hawa nafsu. Pajak bukan
upeti untuk para raja dalam rangka memuaskan hawa nafsu, kepentingan pribadi
dan keluarga mereka, atau kesenangan para pengikut mereka, tetapi harus
dikembalikan untuk kepentingan masyarakat luas.
4.
Adanya persetujuan para ahli dan
cendikia. Pemerintah tidak bertindak sendirian dalam hal mewajibkan pajak,
menentukan besarnya serta memungutnya tanpa adanya persetujuan dari hasil
musyawarah para ahli atau cendikia dari kalangan masyarakat (dewan perwakilan
rakyat).
Terdapat beberapa pendapat yang
mencoba mengawinkan antara zakat dan pajak, dan memungkinkan adanya substitusi
antara pajak dan zakat.Sehingga bagi kita yang telah rajin membayar pajak tidak
perlu lagi membayar zakat, benarkah?Hal ini diulas panjang lebar oleh Yusuf Al
Qardhawi di bagian akhir buku beliau.
B. Apakah Cukup Membayar Pajak Saja Tanpa Membayar
Zakat
Itu adalah suatu pertanyaan yang
sering muncul diantara kita.Yang saat ini merasakan terbebani dua kewajiban
sekaligus.
Namun setelah mengkaji beberapa
perbedaan antara pajak dan zakat maka dapat dimengerti bahwa zakat tidak dapat
digantikan oleh pajak, walaupun sasaran zakat dapat dipenuhi sepenuhnya oleh
pengeluaran dari pajak.
Zakat berkaitan dengan ibadah yang
diwarnai dengan kemurnian niat karena Allah. Ini adalah tali penghubung seorang
hamba dengan khaliqnya yang tidak bisa digantikan dengan mekanisme lain apapun.
Zakat adalah mekanisme yang unik Islami, sejak dari niat menyerahkan,
mengumpulkan dan mendistribusikannya.Maka apapun yang diambil negara dalam
konteks bukan zakat tidak bisa diniatkan oleh seorang Muslim sebagai zakat
hartanya.
Demikian pula setiap pribadi Muslim
wajib melaksanakannya walaupun dalam kondisi pemerintah tidak memerlukannya
atau tidak mewajibkannya lagi.
Adalah suatu hal yang sangat
berbahaya, bila kita diperbolehkan untuk mengganti zakat
dengan pungutan-pungutan lainnya, niscaya hukum wajib zakat akan hilang dan sedikit
demi sedikit akan sirna dari kehidupan setiap orang, seperti hal telah
lenyapnya zakat dari undang-undang pemerintahan saat ini.
Sesungguhnya zakat tidak dapat
dicukupi oleh pajak. Inilah pendapat yang akan menyelamatkan agama seorang
Muslim, yang akan melestarikan kewajiban tersebut dan mengekalkan hubungan
antara kaum Muslimin melalui zakat, sehingga zakat tidak dapt diganti dengan
nama pajak dan tak dapat dihilangkan begitu saja.
Benar orang Islam itu dibebani
kesulitan dalam menanggung beban harta yang sebagian ini tidak dapat
dipikulnya. Akan tetapi ini adalah kewajiban iman dan tuntutan Islam, khususnya
dalam masa-masa cobaan (fitnah) yang membuat bimbang orang-orang penyantun dan
orang yang memegang agama seperti orang yang menggenggam bara api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar